Liputan6.com, Jakarta Presidium Agri Watch, Dean Novel meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2018 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di tingkat Petani.
Permintaan tersebut, didasari beberapa harga acuan yang ditetapkan untuk jagung sudah tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
"Jadi Permendag Nomor 58, sebelum ini lebih panas lagi nanti, ini sebaiknya direvisi. Kalau dibatalkan jangan, ini direvisi karena nanti ini akan dipakai oleh Bulog kan untuk menyerap jagung si petani," ujar dia dalam satu diskusi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Sebagaimana diketahui, Permendag 58 mengatur harga jagung untuk pembelian di tingkat petani dengan kadar air 15 persen dipatok sebesar Rp 3.150. Sementara untuk harga acuan penjualan di tingkat konsumen sebesad Rp 4.000.
Dean mengatakan dengan selisih harga tersebut otomatis tidak mampu menutup biaya kebutuhan sebelum dijual ke konsumen. Misalnya saja, harga jagung dengan kadar air 35 persen di tingkat petani sebesar Rp 2.500. Sementara untuk konversi jagung ke kadar air 15 persen membutuhkan biaya lebih tinggi yakni Rp 3.150.
"Harga konversi pipilan jagung basah ke keringnya saja sudah Rp 4.160, itu konversi jagungnya, belum biaya produksi. Memang ngeringin jagung nggak pakai buruh, nggak pakai produksi," tegas dia.
Selain itu, para petani juga harus mengeluarkan biaya tambahan lagi untuk keperluan lainnya seperti ongkos transportasi. "Nah, terus belum kita kirim ke gudangnya, pembeli, ada biaya transportasi lagi di situ. Jadi Rp 4.160 yang dari kadarnya (air) 35 persen masih ada biaya produksi, biaya transport," dia menandaskan.
Dia menambahkan, dari total biaya-biaya yang dikeluarkan seperti mengkonversi hingga transportasi tersebut, para petani belum sepenuhnya mengambil keuntungan. Sebab, apabila petani mengambil keuntungan maka harga jual akan melebihi acuan yang ditetapkan pemerintah.
"Nah tambah untung ya, untung jangan besar besar lah 3 persen lah. Jadi Permendag itu sendiri angkanya atas sama bawah sudah salah salahan," pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Petani Sebut Harga Jagung Berangsur Turun
Presidium Agri Watch, Dean Novel mengatakan, kondisi harga jagung saat ini telah menurun. Meski turun, tapi harga ini masih berada di atas harga pokok penjualan (HPP).
Seperti diketahui, dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2018 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani, diatur untuk harga jagung pembelian di tingkat petani dengan kadar air 15 persen dipatok sebesar Rp 3.150. Sedangkan untuk harga acuan penjualan di tingkat konsumen sebesar Rp 4.000.
"Sekarang (harga jagung) bertahap turun sudah 1 minggu ini. Dari 6.000 jadi 5.000 dan per hari ini di Lombok, pasar peternak beli di antara 4.500-4.700 dari sebelumnya 6.200," kata dia saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Dia memperkirakan, harga jagung untuk pakan peternak tersebut dapat berangsur turun, mengingat sebentar lagi akan memasuki musim panen.
Selain itu, Dean meminta kepada Pemerintah dan Perum Bulog agar impor jagung yang dikabarkan mendarat pada Maret mendatang tidak didistribusikan ke pasar. Sebaiknya, jagung tersebut disimpan di dalam gudang Bulog, dengan demikian tidak mematikan harga jagung lokal.
"Kalau impor masuk di Maret pasti. kecuali impor tidak di epas ke pasar artinya tetap ada di gudang bulog tidak di lepas ke pasar sangat membantu," pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kemendag Diminta Revisi Aturan Acuan Harga Jagung"
Post a Comment