Search

China Beri Petaka Apple, Kapitalisasi Pasar Amblas Rp 3000 T - CNBC Indonesia

  • Tensi geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dengan China kembali memanas setelah keduanya berlomba-lomba untuk membatasi penggunaan teknologi
  • Memanasnya hubungan keduanya pun berimbas kepada perusahaan teknologi Apple, di mana China berencana membatasi ketat penggunaan iPhone 
  • Dengan adanya pembatasan produk iPhone, maka Apple berpotensi mengalami kerugian yang cukup besar karena pasar iPhone di China sedang tinggi-tingginya.

Jakarta, CNBC Indonesia - Tensi geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dengan China kembali memanas setelah keduanya berlomba-lomba untuk membatasi penggunaan teknologi luar dari antar keduanya. Apple menjadi korban baru dari persaingan China dan AS. 

AS dan China belakangan makin sering memblokir teknologi satu sama lain. Mulai dari pemerintah AS yang memblokir TikTok, lalu terjadi saling blokir teknologi chip, hingga yang terbaru isu pelarangan iPhone di lingkungan pemerintahan Negeri Tirai Bambu.

Memanasnya hubungan dagang kedua negara bisa memicu ketidakpastian di pasar keuangan global dan bahkan bisa saja mempengaruhi perekonomian kedua negara.

Sebelumnya pada Kamis (7/9/2023) kemarin, Otoritas China melarang pegawai negeri menggunakan iPhone atau merek HP asing lainnya. Aturan baru ini diumumkan para petinggi ke para stafnya, menurut laporan Wall Street Journal (WSJ).

Menurut sumber dalam, perintah tersebut sudah disalurkan dalam beberapa minggu ini. Namun, belum jelas skala kebijakan itu akan seluas apa, dikutip dari Reuters, Rabu lalu.

Mirisnya, pelarangan ini dibuat menjelang gelaran akbar Apple pekan depan. Raksasa Cupertino itu hendak meluncurkan seri iPhone 15 teranyar.

Agaknya, pemerintahan Joe Biden ingin mencegah pegawai negeri untuk membeli iPhone terbaru. Hal ini makin menegaskan ketegangan geopolitik antara AS dan China.

China merupakan pasar iPhone terbesar. Seperlima dari penjualan iPhone datang dari negara tersebut. Pelarangan terbaru oleh otoritas China memang masih di skala kecil. Namun, tak menutup kemungkinan ini akan berpengaruh pada bisnis Apple di masa mendatang, jika aturannya diperluas.

Namun, pihak dari Apple dan lembaga pusat informasi China tak memberi tanggapan soal aturan ini.

People queue outside an Apple store for the new iPhone XS and XS Max that go on sale in Hangzhou, Zhejiang province, China September 21, 2018.  REUTERS/Stringer ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT.Foto: Orang-orang antri di luar toko Apple untuk iPhone XS dan XS Max baru yang mulai dijual di Hangzhou, provinsi Zhejiang, China 21 September 2018. (Reuters/Stringer)
People queue outside an Apple store for the new iPhone XS and XS Max that go on sale in Hangzhou, Zhejiang province, China September 21, 2018. REUTERS/Stringer ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT.

 

Sebagai informasi, China mulai mengurangi ketergantungannya dengan teknologi asing sejak lebih dari 1 dekade terakhir. Salah satunya dengan meminta bank untuk menggunakan software buatan lokal.

Selain itu, pemerintah juga mendorong produksi chip dalam negeri untuk mengembangkan teknologinya.

Apa Dampaknya?

Sebagaimana diketahui sebelumnya, China merupakan pasar iPhone terbesar. Seperlima dari penjualan iPhone datang dari negara tersebut. Oleh karena itu, pelarangan ini tentunya akan berpengaruh pada bisnis Apple di masa mendatang, jika aturannya diperluas.

Apple adalah salah satu merek paling berpengaruh dan dikenal di dunia, yang bertanggung jawab atas kebangkitan ponsel pintar dengan iPhone. Bernilai lebih dari US$ 2 triliun pada tahun 2021, ini juga merupakan perusahaan teknologi paling berharga di dunia. Bila dirupiahkan maka angkanya mencapai Rp 30.670 triliun.

Awalnya dikenal dengan komputer desktop, Apple adalah salah satu perusahaan pertama yang beralih ke antarmuka pengguna grafis (GUI) dan meraih kesuksesan dengan Macintosh pertama.

Steve Jobs, pendiri dan CEO, adalah salah satu "bintang rock" pertama di bidang teknologi, yang mampu menjual perangkat keras lebih dari sekadar alat untuk bekerja.

Produk iPhone pun membawa Apple menjadi salah satu perusahaan paling berharga di dunia, dengan pendapatan meningkat dari US$ 37,4 miliar pada tahun 2008 menjadi US$ 65 miliar pada tahun 2010.

Pendapatan Apple meningkat secara dramatis pada tahun 2020, dari sebelumnya US$ 65 miliar pada awal dekade ini menjadi US$ 274,5 miliar pada akhir dekade ini. Pada tahun 2022, Apple menghasilkan pendapatan sebesar US$ 394,3 miliar.

Adapun pendapatan Apple pada kuartal II-2023 mencapai US$ 81,8 miliar. Angka ini mengalami penurunan dari sebelumnya sekitar US$ 83 miliar pada kuartal II-2022.

Sementara dari sisi produknya, iPhone menjadi penghasil pendapatan utama Apple, namun persentasenya menurun dalam lima tahun terakhir.

Pendapatan Bersih Apple Berdasarkan ProdukSumber: Apple, Business of Apps
Pendapatan Bersih Apple Berdasarkan Produk

iPhone adalah produk Apple yang paling berharga sejak tahun 2008 dan telah menjadi sumber pendapatan utamanya. Meskipun kini Apple telah mendiversifikasi lini produknya seperti Apple Watch, AirPods, dan layanan lainnya, tetapi iPhone masih menyumbang 52% pendapatannya.

Penjualan segmen iPhone bahkan tumbuh hingga double digit selama periode 2008 hingga 2015. Namun pendapatan dari iPhone mengalami stagnasi selama lima tahun setelahnya. Penjualannya kembali meningkat pada tahun 2021.

Pada 2022, penjualan iPhone mencapai 232,2 juta unit. Adapun sebagai catatan, per 2018, Apple resmi menutup laporan penjualan iPhone, sehingga angka yang dicantumkan merupakan angka estimasi.

Adapun dari penjualan menurut wilayahnya, penjualan iPhone di China memang terus menurun sejak tahun 2015. Namun di 2021, ada sedikit peningkatan pada penjualan iPhone. Di 2022, penjualan iPhone di China mencapai 43,6 juta unit.

Berdasarkan data dari Counterpoint Research, Apple adalah merek smartphone terbesar berdasarkan pangsa pasar di China untuk periode Oktober-Desember 2021. Apple memperoleh pangsa pasar 23% di China.

Dengan adanya pembatasan penggunaan iPhone, maka rekor yang tercipta oleh Apple berkat penjualan iPhone di China pun akan memudar dan pada akhirnya Apple akan bernasib seperti 2015 silam. Pembatasan ini juga dapat mempengaruhi pergerakan saham Apple di AS.

Saham Jeblok, Kapitalisasi Lenyap Rp 3.000 Triliun

Terpantau pada perdagangan Kamis kemarin, atau saat adanya kabar rencana pembatasan ini, saham Apple pun ditutup ambruk nyaris 3%, tepatnya ambruk 2,92% ke posisi US$ 177,56 per saham.

Dalam dua hari terakhir, saham Apple sudah jatuh 6,4%. Ambruknya saham itu membuat kapitalisasi Apple menguap US$ 242 miliar dalam dua hari. Angka tersebut setara dengan Rp 3.711, 07 triliun (kurs US$1=Rp 15.335)

Dalam sepekan terakhir, saham Apple pun ambruk 6,28% dan dalam sebulan terakhir, saham Apple juga ambles 5,49%. Namun sepanjang tahun ini, saham Apple masih melejit 41,97%.

Adapun kapitalisasi pasar Apple saat ini mencapai US$ 2.776 triliun. Kapitalisasi pasar Apple menjadi yang paling jumbo di dunia, mengalahkan Microsoft yang berada di posisi kedua yang mencapai US$ 2.451 triliun dan Saudi Aramco di posisi ketiga sebesar US$ 2.203 triliun.

Ambruknya saham Apple pun turut memperberat bursa saham Wall Street kemarin, utamanya indeks Nasdaq Composite, tempat Apple berada. Indeks Nasdaq pada perdagangan Kamis kemarin ditutup merosot 0,89% menjadi 13.748,83.

Bahkan, ambruknya saham Apple tak hanya membuat Wall Street merana (kecuali Dow Jones), tetapi juga merambat ke bursa Asia-Pasifik pada hari ini.

Tak Hanya Pembatasan iPhone, China juga Mendorong Produksi Chip

Ketegangan antara AS dan China yang kembali memanas bukan hanya karena pembatasan produk iPhone, tetapi juga berkaitan dengan 'perang chip'.

Sebelumnya, China membatasi ekspor dua bahan utama yang dibutuhkan industri semikonduktor.

Di bawah aturan baru, lisensi khusus diperlukan untuk mengekspor galium dan germanium dari ekonomi terbesar kedua di dunia. Bahan tersebut digunakan untuk memproduksi chip untuk diaplikasikan ke peralatan militer.

Pengekangan dilakukan setelah AS melakukan upaya untuk membatasi akses Beijing ke teknologi mikroprosesor.

China sejauh ini merupakan pemain terbesar dalam rantai pasokan galium dan germanium global. Mereka menghasilkan 80% galium dunia dan 60% germanium, menurut badan industri Critical Raw Materials Alliance (CRMA).

Selain AS, Jepang dan Belanda, yang merupakan rumah bagi pembuat peralatan chip utama ASML, telah memberlakukan pembatasan ekspor teknologi chip di China.

Perang teknologi antara dua ekonomi terbesar di dunia telah menimbulkan kekhawatiran atas munculnya "nasionalisme sumber daya", ketika pemerintah menimbun bahan-bahan penting untuk memberikan pengaruh atas negara lain.

Namun, pembatasan ekspor China ini diperkirakan memiliki dampak terbatas dalam jangka panjang.

Meskipun China adalah pengekspor galium dan germanium terkemuka, ada bahan pengganti dalam produksi komponen seperti chip komputer, kata konsultan risiko politik Eurasia Group.

Tak hanya itu saja, China kian serius menggarap industri chip dalam negeri untuk mengalahkan Amerika Serikat (AS) dalam perang teknologi. Bahkan, pemerintahan Xi Jinping siap menggelontorkan US$ 40 miliar atau Rp 610 triliun untuk memajukan sektor sektor semikonduktor.

Jika kabar tersebut benar, maka jumlah itu jadi yang terbesar dibandingkan program pendanaan yang pernah diluncurkan pemerintah sebelumnya. Terdapat dua pendanaan serupa melalui China Integrated Industry Investment Fund atau Big Fund yang dirilis 2014 dan 2019.

Kedua pendanaan tersebut memiliki besaran jumlah 138,7 miliar yuan (Rp 289 triliun) pada 2014 serta 2019 sebesar 200 miliar yuan (Rp 417 triliun), dikutip dari Reuters, Kamis (7/9/2023).

Salah satu yang menjadi fokus investasi kali ini adalah pada penyediaan alat manufaktur chip. Ini penting karena China diketahui mengandalkan pabrikan asing yakni Belanda, AS, dan Jepang untuk menyediakannya.

Fokus tersebut jadi sangat penting saat ini karena ketersediaan alat tersendat. Penyebabnya AS yang melumpuhkan industri dengan mengumumkan pembatasan ekspor alat manufaktur chip canggih untuk China pada Oktober 2022.

Xi Jinping juga telah lama mengingatkan pentingnya melepas ketergantungannya pada asing. Urgensinya kian tinggi setelah hubungan China dengan AS memanas.

Berdasarkan sumber, program pendanaan itu telah disetujui. Satu sumber juga menytaakan Kementerian Keuangan setempat akan berkontribusi sebesar 60 miliar yuan (Rp 120 triliun) sebagai bentuk dukungan pada program.

Namun berita pendanaan tersebut belum diketahui kebenaraan. Pihak Big Fund sendiri masih belum mengonfirmasinya, begitu juga Kementerian Keuangan dan Kementerian Industri dan Teknologi Informasi China menolak berkomentar.

Belum jelas pula kapan program akan resmi diluncurkan. Namun seorang sumber mengatakan program tersebut masih bersifat rahasia.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]

Adblock test (Why?)


https://news.google.com/rss/articles/CBMifGh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL3Jlc2VhcmNoLzIwMjMwOTA4MTMwNzAzLTEyOC00NzA3MjYvY2hpbmEtYmVyaS1wZXRha2EtYXBwbGUta2FwaXRhbGlzYXNpLXBhc2FyLWFtYmxhcy1ycC0zMDAwLXTSAQA?oc=5

2023-09-08 08:20:00Z
2409308950

Bagikan Berita Ini

0 Response to "China Beri Petaka Apple, Kapitalisasi Pasar Amblas Rp 3000 T - CNBC Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.