Liputan6.com, Jakarta - Sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) menjadi jaminan bahwa produk yang menggunakan sawit Indonesia seperti CPO berasal dari sumber-sumber yang baik dan berkelanjutan.
Peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) Prof Dr Herry Purnomo menyatakan, untuk mendorong penguatan dan kepercayaan global, ISPO juga harus terbuka terhadap pemantauan independen oleh masyarakat sipil serta pihak lain.
“Sebagai suatu sistem verifikasi, ISPO harus menjamin dan memastikan seluruh produk perkebunan sawit, baik yang diperdagangkan dan diekspor patuh pada hukum yang berlaku dan memenuhi aspek lingkungan, sosial dan ekonomi sebagaimana telah diidentifikasi para pihak dari pemerintah, sektor swasta serta masyarakat sipil,” kata dia di Jakarta, Sabtu (28/9/2019).
Dia berpendapat, keterbukaan bagi pemantauan independen akan menjadi bukti bahwa sebagian besar produk turunan sawit Indonesia berasal dari perkebunan yang berkelanjutan.
“Keterbukaan ini akan menepis tudingan terutama kelompok penentang sawit bahwa tidak semua sawit Indonesia buruk. Faktanya, jauh lebih banyak sawit Indonesia yang baik dibandingkan dengan yang buruk karena telah bersertifikasi ISPO,” kata Herry.
Selain keterbukaan, pemerintah dan pemangku kepentingan perlu membangun dialog dengan melibatkan semua pihak, termasuk kelompok penentang sawit. Tujuannya agar setiap kekurangan bisa diperbaiki dan diawasi bersama termasuk perbaikan lingkungan.
Dialog bersama itu juga harus positif, konstruktif dan transparan serta memahami latar belakang budaya Eropa. Pasalnya, bagi masyarakat Eropa lingkungan bukan hanya sekedar regulasi, tetapi harus ditaati.
“Keterbukaan dan dialog akan melahirkan persepektif baru bahwa sawit dan konservasi bisa sejalan. Keduanya sama penting, tanpa harus meniadakan kepentingan satu dan hanya menonjolkan yang lain,” kata Herry.
Masyarakat Eropa, umumnya sangat menghargai dialog yang tranparan, komitmen dan proses perbaikan yang terus dilakukan Indonesia.
“Dalam setiap forum lobby, Pemerintah harus terbuka menjelaskan berbagai perbaikan terkait kawasan hutan termasuk persoalan tumpang tindih lahan agar tidak menjadi polemik panjang. Peran Kementerian ATR/BPN sangat vital dalam menjelaskan batas-batas kawasan dalam regulasi yang diterapkan di Indonesia,” kata Herry.
Herry menyayangkan, selama ini banyak forum dialog yang terbangun hanya berdasarkan kepentingan satu pihak. Akibatnya lahir dikotomi sawit akan menghabisi hutan dan disisi lain konsevasi tidak memerlukan sawit.
“Faktanya keduanya saling membutuhkan. Sawit perlu air dari hutan dan konservasi serta masyarakat yang bermukim di kawasan hutan memerlukan dana yang berasal dari pembangunan ekonomi salah satunya sawit,” kata Herry.
Diakui Uni Eropa
Konselor Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Michael Bucki mengatakan, UE mengakui keunggulan sawit Indonesia. Bucki menilai, sawit merupakan tanaman yang bisa tumbuh dengan sangat cepat, memproduksi lebih banyak minyak dan membutuhkan lahan yang lebih sedikit.
Hanya saja, lanjut Bucki, dalam banyak forum, pihaknya ingin mendengar berbagai proses perbaikan yang terus menerus dilakukan di Indonesia terutama terkait pemanfaatan lahan.
“Kami sangat terbuka dengan berbagai proses perbaikan yang terus menerus dilakukan di Indonesia. Dalam berbagai forum, sebenarnya kami hanya ingin mengingatkan Pemerintah Indonesia, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil dan berbagai pihak tentang pentingnya meningkatkan kesadaran publik akan masalah-masalah terkait perubahan iklim,” kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sawit Indonesia Dipastikan Berasal dari Perkebunan Berkelanjutan"
Post a Comment