Search

Ada Apa nih, kok Tiba-tiba Saham Emiten Rokok Terbang? - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham tiga emiten rokok kompak ditutup menguat pada perdagangan Senin (15/2/2021) di tengah kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 0,77% di posisi 6,270. Ada 299 saham naik, 182 saham turun, dan sisanya 160 saham stagnan.

Tiga saham rokok termasuk dalam 299 saham yang naik tersebut. Ketiganya yakni PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) yang memimpin penguatan, lalu diikuti dengan PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC), dan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP).

Sementara saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan Bentoel International Inv Tbk (RMBA) ditutup stagnan.


Mengacu data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham WMII melesat 17,27% ke Rp 815/unit setelah sempat menyentuh zona merah pada awal perdagangan. Saham pembuat rokok kretek Wismilak ini diperdagangkan dengan volume 129,12 juta senilai Rp 102,97 miliar.

Aksi beli bersih asing di pasar reguler atas saham ini tercatat Rp 5,82 miliar pada perdagangan hari ini.

Saham WIIM tercatat sudah berada di zona hijau sejak 1 Februari 2021. Selama sebulan terakhir, saham perusahaan rokok yang didirikan pada 1962 ini sudah meningkat sebesar 42,98%.

Adapun saham ITIC melonjak 14,02% ke posisi Rp 610/saham dengan volume perdagangan 9,95 juta saham senilai Rp 5,83 miliar. Selama seminggu, ITIC sudah naik sebesar 10,91%.

Selanjutnya, saham emiten pembuat rokok Dji Sam Soe, HMSP berhasil ditutup menguat 1,08% ke posisi Rp 1.400/saham pada perdagangan hari ini. Selama perdagangan hari ini, HMSP selalu berada di zona hijau dengan volume perdagangan 24,74 juta dan nilai transaksi Rp 34,54 miliar.

Belum ada sentimen pasar yang signifikan dari ketiga emiten ini mengingat belum semuanya merilis laporan keuangan 2020. Saham HMSP juga tak terlalu terpengaruh dengan sentimen dari rilis laporan kinerja 2020 pemegang saham pengendalinya, Philip Morris International (PMI),

Mengacu siaran persnya, PMI mencatatkan pendapatan turun sebesar 3,7% menjadi US$ 28,6 miliar atau setara dengan Rp 400 triliun (kurs Rp 14.000/US$) pada 2020.

Menurut laporan kinerja Philip Morris, pada 2020 total volume penjualan rokok PMI di Indonesia turun 9,6% menjadi 276,3 miliar batang dari 222,7 miliar batang pada tahun sebelumnya.

Mengutip laporan Philip Morris, penurunan volume penjualan ini "terutama mencerminkan dampak dari kenaikan harga yang didorong oleh pajak cukai dan juga tindakan terkait pandemi terhadap konsumsi harian rata-rata perokok dewasa," tulis rilis resmi PMI, dikutip Senin (15/2).

Sementara, volume penjualan PMI di Indonesia juga anjlok sebesar 19,3% menjadi 79,5 miliar batang rokok dari 98,5 miliar batang rokok pada 2019.

Dengan demikian pangsa pasar (market share) HMSP turun 3,4% menjadi 28,9%.

Untuk brand Dji Sam Soe, volume penjualan turun 23,7% menjadi 24,75 miliar batang rokok sepanjang 2020. Volume penjualan brand Sampoerna A juga ikut anjlok 6,5% menjadi 32,86 miliar batang rokok.

Di sisi lain, saham GGRM ditutup stagnan di posisi Rp 38.725/saham pada perdagangan hari ini. Setali tiga uang, RMBA juga ditutup tak bergerak di harga Rp 304/saham.

Tim Riset CNBC Indonesia menilai sentimen cukai sebetulnya sudah lewat. Per 1 Februari 2021 harga rokok di pasaran resmi naik, hal ini dampak kenaikan Tarif Cukai hasil tembakau baru. Rata-rata kenaikan Tarif Cukai Rokok sebesar 12,5 %, hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Selain itu, ada informasi tambahan berkaitan dengan sentimen saham rokok di mana data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa rokok masih menjadi salah satu komoditas favorit bagi masyarakat miskin.

BPS mencatat, beras dan rokok kretek filter memberikan pengaruh besar atas bertambahnya kemiskinan di Indonesia. Hal ini dikarenakan besarnya konsumsi masyarakat atas komoditas tersebut, sehingga ketika harganya naik, kelompok yang mendekati garis kemiskinan langsung terpukul.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, baik beras maupun rokok kretek filter masuk dalam kelompok bahan makanan, bersamaan dengan telur ayam, gula pasir hingga kue basah. Kelompok ini berperan mendorong kemiskinan sebesar 73,87%.

"Jadi dengan melihat angka ini, maka harus memberikan perhatian ekstra agar komoditas pangan seperti beras dan sebagainya tidak mengalami fluktuasi yang tinggi," ujarnya secara virtual, Senin (15/2/2021).

Komponen tersebut memang tidak banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir. "Jadi yang memberi pengaruh ke garis kemiskinan tidak berubah yakni beras, rokok dan telur ayam ras," jelasnya.

Berikut daftar komoditi yang berdampak besar bagi garis kemiskinan:

1. Beras
2. Rokok kretek filter
3. Telur ayam ras
4. Daging ayam ras
5. Mie instan
6. Gula pasir
7. Kopi bubuk dan kopi instan (saset)
8. Kue basah
9. Tempe
10. Tahu

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]

(tas/tas)

Let's block ads! (Why?)


https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMicmh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL21hcmtldC8yMDIxMDIxNTE1NDcwNC0xNy0yMjM0MzIvYWRhLWFwYS1uaWgta29rLXRpYmEtdGliYS1zYWhhbS1lbWl0ZW4tcm9rb2stdGVyYmFuZ9IBAA?oc=5

2021-02-15 09:45:00Z
52782617386545

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Ada Apa nih, kok Tiba-tiba Saham Emiten Rokok Terbang? - CNBC Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.