Jakarta, CNBC Indonesia - Kapitalisasi pasar atau market cap mata uang kripto berkali-kali terjungkal dan menyentuh level di bawah USD 1 Triliun untuk pertama kalinya sejak 2021. Posisi ini timbul di tengah meningkatnya kekhawatiran investor terkait lonjakan inflasi dan kenaikan suku bunga yang dapat menghambat pertumbuhan.
CEO Indodax, Oscar Darmawan menilai anjloknya market cap aset kripto sebagai bagian dari kurva empat tahunan. Sehingga, kejatuhan yang terjadi cukup wajar dan kondisi ini akan segera berakhir seiring dengan kembalinya optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi.
"Penurunan saat ini belum sampai ke titik terendah, biasanya kalau teknikal, pemulihan akan terjadi setelah koreksi cukup tinggi, dan diawali oleh sideway," ungkap Oscar kepada CNBC Indonesia, Kamis (16/6/2022).
Adapun pasar akan coba cari momentum agar bisa naik kembali. Oscar memprediksi proses pemulihan akan terjadi antara enam bulan hingga satu tahun. Menurutnya, saat ini yang paling tepat dilakukan oleh pasar adalah akumulasi karena harga-harga koin sedang "diskon".
Oscar menjelaskan di pasar kripto, saat ada yang turun ada beberapa token yang kebalikan. Sehingga saat bitcoin turun maka ada token yang naik. Namun, dia mengingatkan agar para pelaku pasar tetap berhati-hati dan memperhatikan gaya dalam bertrading.
"Kita lihat ini saat winter seperti ini, kalau beli bitcoin akan akumulasi pada jangka menengah atau panjang. Sedangkan kalau jangka pendek belum akan naik ke titik tertinggi. Oleh karena itu kalau trader jangka pendek bisa pilih token heads atau bear yang bergerak melawan harga bitcoin yang derivatif, yang algoritmanya melawan," rinci Oscar.
Untuk diketahui, Bank Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan 75 basis poin berpotensi menyedot likuiditas dari pasar kripto dan membuat harga Bitcoin dan koin-koin lainnya terkoreksi.
Ekonom Digital INDEF Nailul Huda mengatakan kenaikan suku bunga The Fed bisa menggoyang harga bitcoin dan akan mempengaruhi harga koin lainnya. Apalagi harga Bitcoin sempat jatuh ke level terendah dalam sekitar 18 bulan terakhir dan membuat market cap kripto turun hingga 50%.
"Likuiditas di semua market dipengaruhi kebijakan dari The Fed yang menaikkan suku bunga. Kalau naik terus mungkin orang akan lebih memilih uangnya di perbankan, bukan di saham dan juga kripto," jelas Nailul.
Pasar kripto kembali mengalami crash pada perdagangan Senin hingga Selasa, di mana crash kripto sudah terjadi dua kali dalam periode semester I 2022.
Bitcoin pun sempat menyentuh level terendahnya selama 18 bulan terakhir, di mana Bitcoin sempat menyentuh kisaran US$ 21.000, bahkan nyaris menyentuh kisaran US$ 20.000.
Tak hanya Bitcoin saja, Ethereum pun bernasib sama, di mana koin digital (token) terbesar kedua tersebut sempat menyentuh kisaran US$ 1.100.
Crash kripto pertama terjadi pada awal Mei lalu, di mana Bitcoin, Ethereum, dan kripto lainnya mengalami koreksi harga yang cukup parah hingga menyentuh level terendahnya sejak Juli 2021. Saat itu, Bitcoin menyentuh kisaran US$ 26.000 dan Ethereum menyentuh kisaran US$ 1.800.
Tak hanya Bitcoin, Ethereum, dan kripto biasa yang ambruk, koin digital stablecoin pun sempat bernasib sama, tetapi lebih baik dari kripto biasa. Stablecoin Tether (USDT) pun sempat menyentuh kisaran US$ 0,95 per kepingnya.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Batal Kiamat, 1 Miliar Investor Kripto Diramal Bakal Kembali!
(RCI/dhf)
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMieGh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL21hcmtldC8yMDIyMDYxNjEzNDMwOC0xNy0zNDc2NjMva2FwYW4taGFyZ2EtYml0Y29pbi1jcy1wdWxpaC1pbmktcGVuamVsYXNhbi1yYWphLWtyaXB0by1yadIBAA?oc=5
2022-06-16 07:55:44Z
1454972638
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kapan Harga Bitcoin Cs Pulih? Ini Penjelasan Raja Kripto RI - CNBC Indonesia"
Post a Comment