Search

Situasi China Makin Gawat, RI Sudah Kena Getahnya - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca dagang Indonesia melanjutkan surplus selama 43 bulan beruntun pada November 2023. Surplus tersebut merupakan rekor di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus melampaui capaian Presiden Susilo Bambang Yudhono (SBY) yang mencatat surplus perdagangan 42 bulan dari Oktober 2004 - Maret 2008.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan RI sebesar US$2,41 miliar pada November 2023. Surplus ini lebih kecil dibandingkan pada Oktober yang tercatat mencapai US$ 3,48 miliar. Surplus mengecil karena pertumbuhan impor lebih kencang

Surplus ini disebabkan oleh nilai ekspor yang lebih besar dibandingkan impor. Nilai ekspor pada November 2023 mencapai US$22,00 miliar atau turun 0,67% (month to month/mtm) dan anjlok 8,56% (year on year/yoy). 
Sementara itu, impor pada November mencapai US$19,59 miliar, naik 4,89% (mtm) dan menanjak 3,29 (yoy).

Surplus sebesar US$ 2,41 miliar ini juga lebih rendah dibandingkan dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada November 2023 akan mencapai US$ 2,79 miliar.

Kendati dalam tren turun, menariknya surplus neraca dagang kali ini terjadi di tengah penurunan ekspor ke China akibat kondisi ekonomi negeri Tirai bambu yang masih lesu. Melansir dari Reuters, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan ekonomi China akan tumbuh 5,4% pada 2023, kemudian pada tahun depan pertumbuhan produk domestik bruto menyusut jadi 4,6%.

Sementara itu, dari riset yang dilakukan DBS dalam judul China 2024 Macroeconomic outlook: A New Model, menunjukkan proyeksinya terhadap pertumbuhan PDB rata-rata secara tahunan (yoy) sebesar 5% pada 2023 dan menurun menjadi 4,5% yoy pada 2024.

Impor China juga terkontraksi 0,6% (yoy) pada November 2023 yang menunjukkan melandainya permintaan China untuk produk luar negeri. Sepanjang tahun ini, impor China terus mengalami  kontraksi kecuali pada Februari dan Oktober.
Perlambatan ekonomi China juga seiring dengan deflasi yang terjadi pada Consumer Price Index (CPI) dan Producer Price Index (PPI) secara year on year/yoy yang dirilis Sabtu (9/12/2023).

CPI China tercatat turun atau deflasi 0,5% yoy. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yakni deflasi 0,2% yoy.
Deflasi ini merupakan yang terdalam sejak November 2020, seiring dengan penurunan harga pangan pada laju terkuat dalam dua tahun terakhir (-4,2% vs -4,0% pada Oktober) di tengah penurunan harga daging babi.

Lebih lanjut, Producer Price Index (PPI) China juga mengalami deflasi 3% yoy pada periode November 2023 atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yakni deflasi 2,6% yoy.
Kondisi ekonomi China yang masih lesu memang menjadi kekhawatiran bagi Indonesia mengingat China merupakan mitra dagang penting khususnya perihal ekspor-impor. Sepanjang November 2023, ekspor ke China tercatat US$ 5,41 miliar, atau terkontraksi 6,44% (mtm) dan terkoreksi 13,86% (yoy).

Menurut data BPS, pada sepanjang Januari - November 2023, porsi ekspor ke China mencapai US$ 56,56 miliar atau turun 1,92%. Nilai tersebut setara 25,49% dari total ekspor non migas. 

Sebagai perbandingan, ekspor ke China pada Januari-September 2022 tercatat US$ 57,76 miliar atau melesat 25,6%. Secara lebih rinci ada 10 produk yang paling banyak di ekspor ke Tiongkok sebagai berikut : 

Dari data di atas, nampak bahwa pertumbuhan ekspor ke China mayoritas menyusut, hanya ada dua yang masih tercatat tumbuh positif secara kumulatif, yaitu nikel dan turunannya sebesar 18,10% menjadi  US$ 4,53 miliar dan produk ampas atau sisa makanan tumbuh 25,09% menjadi US$ 996,07 juta. 

Namun, yang menarik ketika kondisi ekonomi China ini lesu, surplus neraca perdagangan Tanah Air pada November masih bisa dipertahankan. Menelisik lebih dalam, selain China ternyata masih ada dua negara lain yang memiliki porsi besar dalam ekspor dengan pertumbuhan positif, yaitu Amerika Serikat (AS) dan India.

Dari negeri Paman Sam hingga November 2023 tercatat menyumbang nilai ekspor 9,54% menjadi US$ 21,17 miliar dari keseluruhan ekspor non-migas Indonesia.  Ekspor ke AS tercatat sebesar US$ 1,94 miliar atau tumbuh 6,45% (mtm) tetapi turun 7,49% (yoy). Ada 10 barang yang paling banyak di ekspor ke AS antara lain sebagai berikut : 

Dari grafik di atas terlihat, bahwa pertumbuhan ekspor ke AS terbilang cukup atraktif, terutama dalam basis bulanan pertumbuhan tertinggi ada yang mencapai lebih dari 20 kali lipat dari produk lemak dan minyak hewan/nabati, disusul pakaian dan aksesoris yang tumbuh lebih dari 200% dan olahan ikan serta udang tumbuh 22,8%. 

Selanjutnya, dalam basis bulanan, India juga menjadi negara tujuan ekspor yang mencatat pertumbuhan positif sebesar 7,03% atau bertambah US$ 2 miliar menjadi US$ 18,45 miliar. Nilai tersebut menyumbang sekitar 8,31% dari total ekspor non migas.

Negara tujuan Ekspor dan Impor terbesar RI per November 2023Foto: Badan Pusat Statistik
Negara tujuan Ekspor dan Impor terbesar RI per November 2023

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)
[Gambas:Video CNBC]

Adblock test (Why?)


https://news.google.com/rss/articles/CBMicWh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL3Jlc2VhcmNoLzIwMjMxMjE1MTMyMzM1LTEyOC00OTc2NTQvc2l0dWFzaS1jaGluYS1tYWtpbi1nYXdhdC1yaS1zdWRhaC1rZW5hLWdldGFobnlh0gEA?oc=5

2023-12-15 08:30:00Z
CBMicWh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL3Jlc2VhcmNoLzIwMjMxMjE1MTMyMzM1LTEyOC00OTc2NTQvc2l0dWFzaS1jaGluYS1tYWtpbi1nYXdhdC1yaS1zdWRhaC1rZW5hLWdldGFobnlh0gEA

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Situasi China Makin Gawat, RI Sudah Kena Getahnya - CNBC Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.