Search

Oktober Bukan Bulan Bagus untuk Beli Saham? Cek Faktanya - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baru saja menutup bulan September dengan catatan yang tidak apik. Tercatat selama bulan September IHSG terpaksa terkoreksi parah hingga 7,03%.

Bulan lalu sentimen pasar memang sedang buruk-buruknya, baik di pasar domestik maupun pasar internasional sehingga pasar pun tidak berdaya ketika ditinggalkan investor.

Pelaku pasar tentu masih ingat pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang akan mengembalikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti awal terjadinya pandemi.


Tak ayal pasar menghukum dengan kejam, saham-saham unggulan dilego hingga menyentuh level Auto Reject Bawah (ARB) yang menyebabkan IHSG terpaksa tumbang hingga 5,01% pemandangan yang terakhir kali dilihat oleh investor Maret silam ketika ketidakpastian akibat virus corona dan kepanikan investor sedang tinggi-tingginya.

Toh PSBB ketat yang diberlakukan oleh DKI 1 kali ini tidak semengerikan pada awal terjadinya virus corona, pusat perbelanjaan alias mal masih diizinkan beroperasi meskipun restoran tidak diperbolehkan makan ditempat.

Meskipun sempat pulih namun sepertinya sudah terlambat, optimisme para pelaku pasar akan pulihnya perekonomian dengan cepat sudah kembali pudar dan investor sudah menganggap Indonesia jatuh ke jurang resesi adalah hal yang sudah hampir pasti.

Hal ini juga ditunjukkan oleh angka PMI Manufaktur Indonesia bulan September yang kembali ambles ke level 47,2 setelah sebelumnya berada di atas angka 50 yang menunjukkan setelah sebelumnya ada ekspansi di sektor manufaktur, kini sudah kembali berada di zona kontraksi.

Selanjutnya kepastian RI jatuh ke jurang resesi juga muncul dari rilis data dalam negeri yang kurang ciamik oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yang menunjukkan pada September terjadi deflasi sebesar 0,05% meskipun survei dari Bank Indonesia memprediksikan terjadinya inflasi sebesar 0,05% dan konsensus juga menargetkan hal yang sama.

Hal ini artinya selama kuartal ketiga tahun 2020, Indonesia terus-terusan mengalami deflasi setelah sebelumnya bulan Juli dan Agustus IHSG mengalami deflasi 0,05% dan 0,1% yang mengindikasikan adanya masalah daya beli masyarakat dan mengkonfirmasi bahwa memang Indonesia sudah sangat dekat dengan jurang resesi.

Tak ayal pada bulan lalu indeks acuan Ibu Pertiwi terkapar, akan tetapi apakah catatan negatif tersebut mampu dibalikkan IHSG pada bulan Oktober ini ? Bagaimana dengan bulan-bulan Oktober lalu, apakah bulan pertama kuartal terakhir ini bersahabat dengan IHSG ?

Well, sebenarnya bulan ke sepuluh ini secara rata-rata bukan menjadi bulan yang baik bagi IHSG. Tercatat rata-rata selama 20 tahun terakhir IHSG melemah pada bulan ini sebesar 0,34%. Bahkan apabila selama 20 tahun terakhir anda hanya berinvestasi pada bulan Oktober masa portofolio anda akan terkoreksi kurang lebih 6,79%.

Hal ini tentu saja akan membuat investor binggung sebab pada bulan Oktober ini ternyata IHSG mampu membukukan 12 kali penguatan dan hanya 7 kali penurunan.

Ternyata sejatinya koreksi parah IHSG terjadi hanya dua kali yakni pada Oktober 2002 dimana IHSG terkoreksi 11,99% dan Oktober 2008 dimana IHSG anjlok parah hingga 31,42%.

Tentu para pelaku pasar mengerti bahwa 2008 silam terjadi krisis keuangan global subprime mortgage yang bersumber dari Amerika Serikat dan membuat pasar keuangan global panik. Hal ini tentu saja merupakan anomali karena tidak setiap tahun krisis keuangan global akan terjadi.

Sehingga apabila bulan Oktober 2008 dicoret karena merupakan anomali dan dapat di abaikan maka data menunjukkan secara rata-rata bulan Oktober berhasil naik lumayan tinggi yakni 1,30% per bulan. Bahkan sejak Oktober 2000 apabila tidak mengabaikan Oktober 2008 maka IHSG setiap oktober membukukan total gain sebesar 24,63%.

Hijaunya pasar sahan bulan Oktober sendiri bukanlah fenomena baru sebab para investor pada bulan pertama kuartal terakhir ini sudah bersiap-siap menyambut akhir tahun dimana pada bulan Desember seringkali terjadi santa claus rally atau window dressing.

Kedua fenomena tersebut terjadi biasanya karena para manajer investasi (MI) berusaha menghijaukan portofolio dengan cara menjual saham-saham yang merugi dan mengantinya secara bersamaan ke saham-saham yang berpotensi untung dalam jangka pendek sehingga saham-saham tersebut berhasil menghijau. Hal ini dilakukan agar kinerja portofolio mereka terlihat cantik saat akhir tahun.

Hal ini menyebabkan apabila para investor ingin mengejar santa claus rally alias reli-reli saham di bulan Desember yang terkenal bersahabat dengan investor, maka biasanya swing investor lebih doyan masuk pada bulan Oktober atau November.

Akan tetapi para pelaku pasar harus tetap berhati-hati karena tahun ini merupakan tahun politik di Amerika Serikat (AS) dimana November mendatang akan diadakan pemilu presiden antara incumbent dari Partai Republik, Donald Trump, melawan penantangnya dari Partai Demokrat, Joe Biden.

Ketidakpastian pasar akan hasil pemilu yakni siapa kedepanya yang akan memimpin negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut biasanya akan membuat takut para pelaku pasar yang dilihat dari koreksi 2 kali pada tahun politik dari 5 tahun politik dalam 19 tahun terakhir.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]

(trp/trp)

Let's block ads! (Why?)


https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMidWh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL21hcmtldC8yMDIwMTAwMjEzMTEwNC0xNy0xOTEyMjkvb2t0b2Jlci1idWthbi1idWxhbi1iYWd1cy11bnR1ay1iZWxpLXNhaGFtLWNlay1mYWt0YW55YdIBAA?oc=5

2020-10-02 06:48:00Z
52782409580857

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Oktober Bukan Bulan Bagus untuk Beli Saham? Cek Faktanya - CNBC Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.