Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana melakukan safeguard impor tekstil demi mengatasi serbuan produk luar negeri. Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, telah menegaskan aturan safeguard hanya tinggal menunggu tanda tangan Menteri Keuangan.
Merespons kebijakan tersebut, Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (IKATSI) Suharno Rusdi menyebut fokus safeguard paling dibutuhkan bukan di hulu atau hilir, melainkan di tengah-tengah (midstream). Sebab, hilir Indonesia masih bisa ekspor, sementara dari segi bahan baku masih terkait kuat dengan impor cotton dari Amerika Serikat (AS).
"Saya kira yang paling mendesak itu industri kain. Midstream. Terpuruk sekali sekarang, kan?" jelas Suharno di diskusi tekstil INDEF, Rabu (30/10/2019).
"Garmen kan sudah bisa ekspor. Kainnya ditolong dulu dong supaya kain kita bisa bersaing," lanjutnya.
Peneliti Indef Esther Sri Astuti juga mendukung penahanan impor, tetapi ia menjelaskan bahwa industri hulu Indonesia masih perlu impor.
"Impor itu direm, jangan terlalu banyak impor, tetapi industri hulunya kan kita masih perlu. Kemudian jangan impor produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri, itu kan susah nantinya industri tekstil dalam negeri," ujar Esther.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Standar Ukur Safeguard
Terkait standar ukur safeguard, Suharno setuju agar langsung volumenya saja yang dihitung agar tidak ada manipulasi. Pihak Kementerian Perdagangan pun menyebut akan mengukur volumenya.
Akan tetapi, pihak Kemendag belum bisa memastikan kapan regulasi safeguard bisa selesai. Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kasan menyebut proses di Kemendag sudah selesai dan tinggal menunggu penetapan Kemenkeu.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Fokus Safeguard Tekstil Jangan di Hulu dan Hilir, Tapi di Tengah"
Post a Comment