Liputan6.com, Jakarta Pasca hasil revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diterbitkan pada Jumat (18/10/2019), status pegawai KPK akan berubah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS.
Lalu bagaimana prosesnya?
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo mengatakan, tidak semua pegawai KPK secara otomatis bisa menjadi PNS.
"Kami akan menyaring dulu. Tapi secara prinsip kami memahami kebutuhan yang ada di KPK," kata Tjahjo di Gedung Kementerian PANRB, Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Dalam proses penyaringan ini, PANRB akan menyeleksi terlebih dahulu pegawai KPK yang saat ini masih bekerja, dan memang berhasrat untuk jadi PNS.
"Akan ada proses seleksi dulu dong. Kan ada yang mau dan ada yang tidak. Kan sah-saja aja kalau ada yang mau, silakan," ungkap dia.
Tjahjo menyampaikan, perpindahan status pegawai KPK menjadi PNS masih terus dibahas bersama dengan para stakeholder terkait.
"Akan kami bahas bersama dong, saat ini kami menampung dulu (berbagai usulan)," dia melanjutkan.
Dia memastikan, pihaknya terus intens berkomunikasi secara lisan dan tertulis dengan KPK untuk kejelasan status pegawainya di masa mendatang.
"Kami baru saja melakukan secara lisan dan tertulis kepada teman-teman di deputi dan sudah ketemu dengan KPK," pungkas Tjahjo.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Bentuk Tim Khusus, Pemerintah Bakal Pantau PNS Radikal
Masyarakat sebentar lagi tak perlu repot memantau ujaran kebencian para PNS di muka umum. Pemerintah kini sedang mengkaji tim yang mengawasi PNS yang terlibat ujaran kebencian, radikalisasi, hingga politik praktis.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana menyebut masih banyak banyak oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat isu ujaran kebencian, tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi, serta terlibat politik praktis. Itu dinilai tidak sesuai dengan prinsip nilai dasar profesi sebagai pegawai negeri, sehingga kehadiran tim khusus dibutuhkan.
“Tim atau satuan tugas yang terdiri dari lintas Kementerian/Lembaga (K/L) nantinya diharapkan memiliki fungsi untuk mengawasi dan membina ASN agar selalu dapat mengamalkan prinsip nilai dasar serta landasan profesi ASN lainnya,” jelas Bima dalam keterangan resminya, Kamis (17/10/2019).
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sejatinya sudah menegaskan bahwa PNS tidak boleh terlibat dalam ujaran kebencian baik secara langsung maupun online. Ujaran yang dilarang seperti hoaks, provokasi, serta kebencian dalam hal ideologi negara dan SARA.
Tak hanya membuat konten kebencian, PNS juga dilarang menyebarkan konten tersebut, maupun sekadar memberikan likes atau retweet di media sosial. Hukuman disiplin ringan dan berat pun menanti pihak pelanggar. Tiga kementerian pun mendukung rencana ini.
Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Rosarita Niken Widiastuti, mengatakan Kemkominfo mendukung penuh pembentukan hal ini dan akan menyiapkan fasilitas pendukung yang selama ini menjadi tugas dan fungsi Kemkominfo.
“Kemkominfo akan siap mendukung tim kerja dengan menyediakan fasilitas kanal aduan berbasis teknologi informasi serta sosialisasi di saluran elektronik milik pemerintah, seperti Televisi Republik Indonesia (TVRI),” jelasnya.
Sementara, deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Setiawan Wangsaatmaja akan segera menyusun landasan hukum dan kerangka tim kerja. Ia berkata program ini demi mendorong fungsi PNS sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
“Sebelum tim kerja terbentuk, tentu Pemerintah perlu menerima masukan dari beberapa pihak, untuk hal-hal yang memang selama ini ada di area abu-abu,” terangnya.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tjahjo Kumolo: Pegawai KPK Ingin Jadi PNS Harus Lewati Seleksi"
Post a Comment