Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat ada penurunan pertumbuhan simpanan masyarakat di industri perbankan atau juga disebut dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Dalam catatan BI, pertumbuhan DPK pada Juli 2018 tercatat 6,9 persen, turun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang ada di angka 7 persen.
Sementara itu untuk pertumbuhan kredit perbankan nasional mengalami pertumbuhan menjadi 11,3 persen pada Juli 2018 lebih tinggi dibandingkan periode bulan sebelumnya yang hanya 10,8 persen.
Deputi Gubernur BI, Erwin Rijanto mengungkapkan penurunan DPK terjadi pada mata uang rupiah dan juga Valuta Asing (valas).
"Kami memang sudah melihat hal tersebut. Kenapa ini bisa terjadi salah satunya adalah memang di tengah pertumbuhan DPK rupiah yang juga melambat itu yang lebih lambat lagi adalah dari sisi DPK valas," kata Erwin di kantornya, Kamis 27 September 2018.
Turunnya pertumbuhan DPK valas disebabkan tingginya pembiayaan impor dan juga untuk pembiayaan proyek-proyek infrastruktur. "Juga karena memang pemerintah juga menerbitkan surat-surat berharga SBN," ujar Erwin.
Oleh sebab itu, Erwin mengungkapkan penurunan DPK tersebut banyak yang ditimbulkan dari sisi korporasi.
"Karena sebagaimana laporan yang sudah kita umumkan yang sudah kita jelaskan di bulan - bulan yang lalu memang korporasi juga mengurangi pinjaman luar negerinya, kemudian lebih banyak melakukan pembiayaan dari capex yaitu dari kemampuan sendiri sehingga (DPK) mengalami penurunan," ungkapnya.
Penurunan DPK juga terjadi karena indusrti keuangan non bank (IKNB) yang mulai menjalankan kebijakan OJK dimana mereka harus mengubah dananya ke dalam bentuk surat berharga.
"Ini salah satu diantaranya karena memang sesuai dengan ketentuan yang ada dari OJK mereka itu diminta untuk lebih banyak membuat buffer atau dananya itu disimpan di dalam bentuk SBN. Sehingga sampai dengan Desember sendiri itu diperkirakan dari IKNB akan merubah itu sekitar Rp 29 triliun untuk diberikan kepada SBN untuk memenuhi ketentuan dari OJK," kata dia.
Kendati demikian, Erwin menegaskan, kondisi tersebut tidak mengkhawatirkan. Meski nantinya akan ada gap atau celah yang cukup besar diantara DPK dan kredit sebab masih bisa ditambal dari pendanaan yang sebelumnya sudah ada di bank.
"Kalau kita melihat sampai dengan akhir tahun itu kita memperkirakan memang akan terjadi gap di antara kredit dengan DPK yang besarnya kurang lebih Rp 99 triliun dan ini semuanya memang kalau dari sisi Bank Indonesia kita melihat kita ini bukan sesuatu hal yang mengkhawatirkan karena ini masih sangat besar sekali bisa ditutup dari kelebihan pendanaan yang disimpan," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Faisal Basri Paparkan Bank Asing Dominan Salurkan Kredit bagi Warga Miskin di RI"
Post a Comment