GUNUNG HALU, AYOBANDUNG.COM -- Puluhan kepala keluarga di Kampung Garunggang Hilir, RT 03 RW 21, Desa Sirnajaya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat (KBB) hingga kini belum merasakan nikmatnya manfaat energi listrik dari PLN.
Ironisnya, kampung itu hanya berjarak puluhan kilometer dari Pembangkit listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling yang memasok listrik bagi Pulau Jawa dan Bali.
Jangankan untuk memiliki peralatan listrik seperti televisi, radio, mesin cuci, maupun kulkas. Untuk sekadar penerangan rumah saat gelap malam saja warga kampung hanya mengandalkan cahaya lilin.
Ketua RT setempat, Nanang Abdul Kodir mengatakan, terdapat 16 rumah dihuni 30 kepala keluarga atau sekitar 75 jiwa tinggal di kampung yang berada di tengah Perkebunan Teh Montoya itu.
Untuk mencapai kampung hanya ada jalan setapak beralas lumpur menyusuri perbukitan dan persawahan. Jaringan listrik terdekat berjarak sejauh 2 kilometer sehingga untuk mendapat listrik butuh kabel panjang.
Mayoritas pekerjaan warga kampung merupakan buruh tani dan berladang singkong maupun sereh wangi. Jika siang mereka sibuk menggarap lahan namun saat malam kampung gelap gulita bahkan hidung sendiri saja tidak terlihat.
"Ada tiang listrik di kampung sebelah, kurang lebih jaraknya 1,5 kilometer. Kalau nyambung harus modal kabel panjang," tuturnya saat Ayobandung.com menyambangi kampung tersebut, Jumat (26/6/2020).
Jika matahari mulai tenggelam, aktivitas warga kampung hanya berdiam diri di rumah dengan penerangan lilin maupun lampu minyak. Kampung terasa hening tanpa ada suara musik dari sound system maupun hiburan dari tontonan televisi.
Kondisi ini telah berlangsung sejak kampung ini mulai dihuni warga 20 tahun silam. Jika mengajukan meteran listrik, PLN enggan menyediakan jaringan listrik seperti tiang dan kabel.
Baru pada 2 tahun terakhir, tiga warga yang sedikit mampu mengajukan pemasangan jaringan listrik ke PLN. Akhirnya, meteran dipasang di kampung sebelah dan kabel membentang ke perkampungan.
"Meteran dipasang di tiang terakhir, ke sini harus pasang kabel sendiri," sebutnya.
Dengan kondisi ini, warga yang tidak mampu terpaksa 'nebeng' pada meteran orang lain. Pembagian iuran dilakukan dengan musyawarah agar listrik bisa dinikmati sebagai penerangan saja.
"Sebanyak 1 lampu bayarnya Rp15.000 per bulan kepada yang punya meteran, dengan begitu sekarang ada sedikit penerangan," tuturnya.
Di tempat sama, Ketua RW setempat, Zaenal mengatakan, setidaknya butuh 10 tiang PLN agar jaringan listrik stabil dinikmati warga Kampung Cigarunggang Hilir.
Dengan sistem instalasi seperti saat ini, listrik yang ada tidak stabil dinikmati warga. Tak jarang daya listrik lemah tidak bisa memasok energi selain lampu.
Jangankan untuk memberi energi listrik peralatan lain seperti televisi dan radio. Ibu rumah tangga di sana bahkan tidak bisa menyalakan setrika listrik.
"Karena bentangan kabel dari meteran ke kampung cukup panjang, mungkin daya jadi lemah. Peralatan listrik cepat rusak, kalau tengah malam kabel terganggu ya paling besoknya dibenerin," katanya.
Zaenal menginginkan, PLN bisa menyediakan instalasi jaringan listrik hingga perkampungan. Warga kampung juga ingin seperti warga lain yang bisa menikmati hiburan meski sekadar tontonan televisi.
"Kalau ada televisi atau radio informasi kan juga mereka nikmati, kalau seperti ini kasihan warga karena tidak semua mampu memasang meteran listrik sendiri," tandasnya.
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMieWh0dHBzOi8vbS5heW9iYW5kdW5nLmNvbS9yZWFkLzIwMjAvMDYvMjYvOTk2ODUvemFtYW4tbW9kZXJuLXNhdHUta2FtcHVuZy1kaS1wZWxvc29rLWd1bnVuZ2hhbHUtYmVsdW0tdGVyYWxpcmktbGlzdHJpay1wbG7SAQA?oc=5
2020-06-26 14:05:39Z
52782252333585
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Zaman Modern, Satu Kampung di Pelosok Gununghalu Belum Teraliri Listrik PLN - ayobandung.com"
Post a Comment