Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar mata uang kripto kembali mengalami crash pada perdagangan Jumat (22/1). Harga bitcoin sempat jeblok hingga 15%, ether lebih parah lagi hingga 20%. Tekanan jual sepertinya masih belum akan mereda, sebab Bitcoin diprediksi masih akan terus merosot hingga ke bawah US$ 30.000/koin, sebab ada kemiripan dengan crash yang dialami bursa saham Amerika Serikat (Wall Street) pada tahun 1929.
Melansir data dari Coin Market Cap dalam 24 jam terakhir hingga pukul 10:35 WIB, Bitcoin tercatat melemah 7,2% ke US$ 36.613,65/koin atau sekitar Rp 520,4 juta/koin (kurs Rp 14.335/US$). Dalam 7 hari terakhir mata uang kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia ini jeblok lebih dari 15%.
Sementara itu ether yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar kedua di dunia merosot nyaris 9% dalam 24 jam terakhir ke US$ 2.591,66/koin atau sekitar Rp 37 juta/koin. Dalam 7 hari, ether merosot lebih dari 21%.
Aset kripto lainnya, seperti BNB dan Solana dalam 7 hari terakhir merosot lebih dari 20%, sementara XRP minus 17% dan Cardano turun 11%.
Ivesco, perusahaan investasi yang berbasis di Atalanta Amerika Serikat (AS) melihat Bitcoin akan jeblok ke bawah US$ 30.000/koin sebab ada kemiripan dengan jebloknya Wall Street di tahun 1929. Kemiripan tersebut terletak pada promosi besar-besaran yang kripto yang sama dengan yang dilakukan broker di Amerika Serikat sebelum Wall Street mengalami crash.
"Pemasaran besar-besaran dari bitcoin mengingatkan kami pada aktivitas broker yang memicu crash Wall Street di tahun 1929," kata Paul Jackson, head of asset allocation Invesco sebagaimana diwartakan Kitco Selasa (22/1).
"Kami pikir bitcoin jeblok ke bawah US$ 30.000/koin di tahun ini," tambahnya.
Jackson mengatakan probabilitas terjadinya crash bitcoin hingga ke bawah US$ 30.000/koin sebesar 30%.
Sebelumnya analis UBS mengatakan pasar kripto berisiko mengalami "winter" alias penurunan kemudian stagnan selama bertahun-tahun.
Kripto "winter" sebelumnya pernah terjadi pada 2018 lalu, ketika bitcoin ambrol harganya lebih dari 70%, kemudian stagnan cenderung menurun hingga April 2019.
Tim analis UBS yang dipimpin James Malcolm mengatakan kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) di tahun ini akan menurunkan daya tarik bitcoin.
Selain itu, Malcolm juga menyatakan investor kripto kini mulai melihat bitcoin bukan "maya uang yang lebih bagus", sebab memiliki volatilitas yang tinggi.
Dari rekor tertinggi yang dicapai pada 10 November lalu, di atas US$ 68.000/koin, hingga hari ini bitcoin sudah jeblok lebih dari 46%.
Selain itu, faktor lain yang berisiko memicu crypto winter adalah kemungkinan adanya regulasi dari pemerintah di berbagai negara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(pap/pap)
https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMicGh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL21hcmtldC8yMDIyMDEyMjExMjAxNy0xNy0zMDk1NzgvY3Jhc2gtYml0Y29pbi1qZWJsb2stMTUtcGVjaW50YS1rcmlwdG8tbXVsYWktcGFuaWvSAQA?oc=5
2022-01-22 06:00:42Z
1239431778
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Crash! Bitcoin Jeblok 15%, Pecinta Kripto Mulai Panik? - CNBC Indonesia"
Post a Comment