Search

DPR Minta Harga BBM Pertamax Tak Ditahan, Ini Alasannya - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta kepada pemerintah untuk tak lagi menahan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya harga BBM non subsidi seperti Pertamax (RON 92) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik PT Pertamina (Persero).

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan, hal ini dikarenakan bisa berdampak pada beban biaya BUMN tersebut, karena harga jual lebih rendah dibandingkan harga keekonomiannya. Terlebih, BBM Pertamax bukan lah produk subsidi.

Seperti diketahui, pemerintah memutuskan bahwa harga BBM, baik subsidi dan non subsidi, yang disalurkan BUMN tidak mengalami kenaikan harga dari awal tahun hingga Juni 2024 ini.

"Untuk harga-harga yang memang non-subsidi seperti Pertamax, Pertamax Plus, Pertamax Turbo, dan sebagainya, biarkanlah mekanisme pasar saja. Tidak usah diatur oleh pemerintah," ungkap Sugeng dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (25/6/2024).

Menurutnya, untuk produk BBM non subsidi lebih baik dilepas sesuai dengan mekanisme pasar, dan kembali pada kebijakan awal di mana harga BBM non subsidi dapat dilakukan penyesuaian setiap bulannya.

"Kan itu juga diatur oleh pemerintah harganya, sehingga tidak ada keleluasaan yang fleksibel kadang-kadang itu tentang harga-harga yang non-subsidi. Biarkan diumumkan di publik saja bahwa harga turun naik sesuai dengan proses-proses produksi untuk menghasilkan 1 liter Pertamax, Pertamax Plus, dan Pertamax Turbo, misalnya," paparnya.

Berbeda dengan BBM Pertalite (RON 90), lanjutnya, BBM tersebut diberikan kompensasi oleh pemerintah lantaran termasuk ke dalam Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP). Lagipula, lanjut Sugeng, BBM Pertalite saat ini juga memiliki selisih harga yang jauh dari nilai keekonomiannya dibandingkan dengan harga jual saat ini.

"Itu berat sekali hari ini. Karena Pertalite dengan harga jual Rp 10.000 (per liter), itu harga produksinya kurang lebih Rp 12.400. Bahkan akhir-akhir ini akan naik merangkak kurang lebih menjadi Rp 13.500. Jadi Rp 13.500 harga real-nya," bebernya.

Dengan begitu, Sugeng menilai bahwa pemerintah harus realistis terhadap keadaan yang ada untuk menaikkan harga BBM non subsidi di bulan Juli 2024 mendatang.

"Nah dari keadaan itu tampaknya kita harus realistis dengan keadaan," tandasnya.

Senada dengan Sugeng, Peneliti Center of Food, Energy and Sustainable Development INDEF Dheny Yuartha mengungkapkan bahwa saat ini Pertamina dinilai banyak 'nombok' dari perbedaan harga jual dan harga keekonomian BBM non subsidi.

"Di satu sisi ternyata karena dinamika harga dan sebagainya, itu ternyata dari sisi Pertamax juga badan usaha juga masih nombokin. Maksudnya dilempar ke pasar. Ini yang menjadi persoalan. Jadi dari sisi badan usaha juga agak besar," jelasnya dalam kesempatan yang sama.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto buka suara perihal harga BBM khususnya BBM non subsidi yang akan diberlakukan pada Juli 2024 ini.

"Nanti akan ada pembahasan tersendiri. Tetapi kan jumlahnya sudah jelas (kuota BBM). Untuk subsidi tidak ada perubahan," terang Menko Airlangga, di Istana Negara usai Sidang Kabinet, Senin (24/6/2024).

Di lain sisi, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut, pihaknya belum berencana melakukan penyesuaian terhadap harga BBM, khususnya BBM non subsidi, seperti Pertamax dan lainnya.

Menurut Arifin, untuk melakukan penyesuaian harga, maka pemerintah harus menggelar rapat terlebih dahulu. Sementara rapat yang membahas mengenai penyesuaian harga BBM non subsidi belum dilakukan.

"Belum ada rapat (antarkementerian/lembaga), belom ada apa-apa. Nggak ada arahan. Tunggu rapat," ungkap Arifin singkat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Senin (24/6/2024).

Saksikan video di bawah ini:

Rupiah Melemah, Pemerintah Siap Kaji Ulang Harga BBM & Tarif Listrik

Next Article Video: Respon ESDM Hadapi Potensi Kenaikan Harga BBM Efek PBBKB Naik
(pgr/pgr)

Adblock test (Why?)


https://news.google.com/rss/articles/CBMicWh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL25ld3MvMjAyNDA2MjgxMTE2NTktNC01NTAxNTYvZHByLW1pbnRhLWhhcmdhLWJibS1wZXJ0YW1heC10YWstZGl0YWhhbi1pbmktYWxhc2Fubnlh0gF1aHR0cHM6Ly93d3cuY25iY2luZG9uZXNpYS5jb20vbmV3cy8yMDI0MDYyODExMTY1OS00LTU1MDE1Ni9kcHItbWludGEtaGFyZ2EtYmJtLXBlcnRhbWF4LXRhay1kaXRhaGFuLWluaS1hbGFzYW5ueWEvYW1w?oc=5

2024-06-28 05:10:00Z
CBMicWh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL25ld3MvMjAyNDA2MjgxMTE2NTktNC01NTAxNTYvZHByLW1pbnRhLWhhcmdhLWJibS1wZXJ0YW1heC10YWstZGl0YWhhbi1pbmktYWxhc2Fubnlh0gF1aHR0cHM6Ly93d3cuY25iY2luZG9uZXNpYS5jb20vbmV3cy8yMDI0MDYyODExMTY1OS00LTU1MDE1Ni9kcHItbWludGEtaGFyZ2EtYmJtLXBlcnRhbWF4LXRhay1kaXRhaGFuLWluaS1hbGFzYW5ueWEvYW1w

Bagikan Berita Ini

0 Response to "DPR Minta Harga BBM Pertamax Tak Ditahan, Ini Alasannya - CNBC Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.