Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) acuan pada pekan ini terpantau terkoreksi, karena investor mengantisipasi kenaikan produksi dan persediaan serta sikap Uni Eropa yang seakan diskriminatif terhadap sawit Malaysia dan Indonesia.
Sepanjang pekan ini, harga CPO di bursa Malaysia untuk kontrak Agustus 2023 melemah 0,41% secara point-to-point (ptp). Namun pada perdagangan Jumat (9/6/2023), harga CPO melesat 3,16% ke posisi MYR 3.367/ton.
Investor sedang menanti rilis data dari Dewan Minyak Sawit Malaysia yang akan dirilis pada Senin besok untuk menilai tingkat kenaikan produksi pada periode Mei 2023.
Di lain sisi, pasar memperhatikan ekonomi China yang mulai lesu. China merupakan salah satu negara dengan konsumsi CPO terbesar di dunia. Wajar saja ketika ekonominya menurun, potensi permintaan terhadap minyak nabati meningkat dan harganya juga bakal terancam.
Kenaikan harga CPO di akhir pekan ini terjadi karena prospek peningkatan persediaan melebihi dukungan dari ringgit yang lebih lemah. Ekspektasi cuaca basah di beberapa bagian Midwest AS membebani harga kedelai dan minyak kedelai.
Kontrak kedelai teraktif Dalian melemah 0,45%, sementara kontrak minyak sawit DCPcv1 terkoreksi 0,4%. Namun, harga kedelai di Chicago Board of Trade (CBoT) naik 0,2%.
Foto: Antara Foto/Akbar Tado/via REUTERS
CPO |
Minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak terkait karena mereka bersaing untuk mendapat bagian di pasar minyak nabati global.
Awal pekan ini, Asosiasi Minyak Sawit Malaysia memperkirakan produksi Mei melonjak 26,3% dari bulan sebelumnya, menurut trader dan analis.
Malaysia, produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, diperkirakan akan mengalami kondisi El Nino atau kekeringan yang panjang dan lemah mulai Juni dan seterusnya, dengan intensitas fenomena cuaca yang cenderung meningkat ke tingkat sedang pada November, kata menteri lingkungan negara itu pada hari Rabu.
Di lain sisi, Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menyerukan kerja sama yang lebih baik dengan negara tetangga Malaysia untuk melawan apa yang disebutnya "diskriminasi" terhadap produk minyak sawit Indonesia.
Seperti diketahui, Uni Eropa menerbitkan Undang-undang (UU) deforestasi Uni Eropa (EU Deforestation Regulation/EUDR). UE mengklaim menerbitkan UU karena tak ingin mengonsumsi produk yang dihasilkan karena deforestasi.
Akibatnya, kopi, kakao, sapi, kayu, karet, kedelai, juga cokelat, dan produk hilir konsumsi turunan minyak sawit terancam. Di mana, eksportir diwajibkan harus mencantumkan asal-usul produk pada saat uji tuntas (due diligence) sebelum masuk ke Uni Eropa.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]onesia.com
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Bos Sawit Happy, Harga CPO Kembali Terbang! Gara-Gara Ini
(chd/wur)
https://news.google.com/rss/articles/CBMiemh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL21hcmtldC8yMDIzMDYxMTExMTM1Ni0xNy00NDQ5MDAvZXJvcGEtY2FyaS1nYXJhLWdhcmEtaGFyZ2Etc2F3aXQtamFkaS1sb3lvLWRhbi10YWstYmVydGVuYWdh0gF-aHR0cHM6Ly93d3cuY25iY2luZG9uZXNpYS5jb20vbWFya2V0LzIwMjMwNjExMTExMzU2LTE3LTQ0NDkwMC9lcm9wYS1jYXJpLWdhcmEtZ2FyYS1oYXJnYS1zYXdpdC1qYWRpLWxveW8tZGFuLXRhay1iZXJ0ZW5hZ2EvYW1w?oc=5
2023-06-11 06:00:00Z
2118518973
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Eropa Cari Gara-gara, Harga Sawit Jadi Loyo dan Tak Bertenaga - CNBC Indonesia"
Post a Comment