JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan, kondisi perekonomian global masih diwarnai oleh berbagai sentimen negatif, yang memicu tingginya volatilitas sektor keuangan. Sentimen-sentimen ini utamanya berasal dari negara atau kawasan negara maju.
Dari Eropa misalnya, dampak rembetan dari perang Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan masih dirasakan oleh negara-negara kawasan tersebut. Laju inflasi yang masih tinggi membuat tingkat suku bunga acuan bank sentral tetap berada di level tinggi, sehingga memukul perekonomian negara-negada di Benua Biru itu.
"Dan ini menyebabkan beberapa negara Eropa seperti Jerman dan Inggris terancam resesi," ujar dia, dalam konferensi pers APBN KiTa edisi November 2023, Jumat (24/11/2023).
Baca juga: Sektor Konstruksi Terdampak Ekonomi Global, Airlangga: Kita Harus Mampu Lalui Masa Sulit Ini
Tidak hanya di Eropa, fenomena suku bunga acuan tinggi berlangsung lama atau biasa disebut higher for longer juga dialami oleh Amerika Serikat (AS). Tingginya tingkat suku bunga acuan diikuti oleh kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS.
Sri Mulyani menyebutkan, imbal hasil atau yield obligasi AS tenor 10 tahun bahkan sempat menyentuh level 5 persen pada Oktober lalu. Ini menjadi pertama kalinya sejak tahun 2007.
"Dan ini lah yang menyebabkan terjadinya capital outflow dari berbagai negara," kata Sri Mulyani.
Dari Asia, perekonomian China menjadi sorotan. Pasalnya, Negeri Tirai Bambu tengah dihadapi oleh pelemahan ekonomi bersifat jangka menengah-panjang, karena faktor struktural, mulai dari krisis sektor properti, penuaan demografi, hingga pengangguran usia muda yang tinggi.
Lalu dari kawasan Timur Tengah, perang antara Israel dengan Hamas menjadi "warna" baru bagi dinamika perekonomian global. Sri Mulyani menyebutkan, konflik tersebut berpotensi menimbulkan disrupsi lain.
"Sehingga ini adalah situasi global yang masih akan mewarnai hingga akhir tahun," ucapnya.
Dengan berbagai perkembangan tersebut, lembaga keuangan internasional memproyeksi, perutmbuhan ekonomi global masih akan lemah untuk tahun ini. Bank Dunia dan IMF masing-masing memproyeksi pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 2,1 persen dan 3 persen pada 2023.
Baca juga: Chatib Basri: 1 Persen Perlambatan Ekonomi China Bikin Ekonomi Indonesia Turun 0,3 Persen
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.https://news.google.com/rss/articles/CBMif2h0dHBzOi8vbW9uZXkua29tcGFzLmNvbS9yZWFkLzIwMjMvMTEvMjQvMTcwNjAwMTI2L2Vrb25vbWktZ2xvYmFsLW1hc2loLW5lZ2F0aWYtc3JpLW11bHlhbmktLWplcm1hbi1kYW4taW5nZ3Jpcy10ZXJhbmNhbS1yZXNlc2nSAQA?oc=5
2023-11-24 10:06:00Z
2623597191
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Ekonomi Global Masih Negatif, Sri Mulyani: Jerman dan Inggris Terancam Resesi - Kompas.com"
Post a Comment