- Mengawali bulan baru, pada sesi pertama perdagangan Rabu (1/11/2023) pasar saham Tanah Air terpantau ambrol lebih dari 1%.
- Pasar saham ambruk lebih dipengaruhi sentimen eksternal mulai dari wait and see keputusan the Fed hingga manufaktur China yang terkontraksi.
- Pasar keuangan hari ini juga dipengaruh rilis data dari domestik, mulai dari inflasi Indonesia yang naik akibat peningkatan harga beras, cabai, dan bensin. Kemudian, PMI Manufaktur Indonesia melambat walau masih dalam level ekspansif.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham tanah air ambrol lebih dari 1% akibat ketidakpastian yang makin meningkat jelang pengumuman hasil keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed.
Terpantau pada hari ini hingga penutupan sesi I, IHSG terkoreksi 1,13% ke posisi 6676,23. IHSG sempat melemah paling dalam hingga 1,32% ke posisi terendah di 6653,885.
Ada sekitar 380 saham yang terkoreksi, 157 diantaranya berhasil naik, sementara 321 sisanya tidak ada perubahan. Pada waktu yang sama, nilai transaksi sudah mencapai lebih dari Rp6 triliun. Nilai ini terbilang cukup ramai karena biasanya dalam dua sesi perdagangan nilai transaksi jarang mencapai lebih dari Rp10 triliun.
Pelemahan hari ini, membalikkan posisi IHSG yang sempat rebound pada akhir Oktober kemarin dengan penguatan sebesar 0,24% secara harian. Dalam basis mingguan, IHSG juga masih berada dalam zona merah dengan koreksi sudah lebih dari 2%.
Foto: Tradingview
Pergerakan IHSG secara harian per Rabu (1/11/2023) pukul 10.38 WIB |
Secara teknikal, IHSG kini sudah jebol support 6700, posisi ini sekarang berubah menjadi resistance. Kemudian support selanjutnya yang potensi diuji berada pada level psikologis 6600, atau yang terdekat di posisi 6607,28 yang didapatkan dari horizontal line berdasarkan low candle 6 Juni 2023.
Beberapa analis menyatakan pelemahan IHSG ini lebih disebabkan karena tekanan dari eksternal mulai dari ketidakpastian akibat potensi the Fed kembali hawkish, bank sentral Jepang mulai menaikkan suku bunga hingga ekonomi China yang masih lesu. Di lain sisi kondisi fundamental domestik masih resilient dengan beberapa data ekonomi yang membaik.
Pertama, ketidakpastian eksternal datang dari pelaku pasar yang menanti pengumuman hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) the Fed yang saat ini masih berlangsung. Pada waktu Indonesia, hasil kebijakan bank sentral AS tersebut akan didapatkan pada waktu dini hari besok, Kamis (2/11/2023).
Penting untuk dicermati bagaimana hasil rapat the Fed beserta pidato dari Jerome Powell, Chairman The Fed yang akan memberikan gambaran seberapa jauh era suku bunga tinggi bakal bertahan.
Rully Wisnubroto, Ekonom Senior Mirae Asset Sekuritas menyatakan bahwa faktor pelemahan IHSG ini dipengaruhi sikap antisipasi pelaku pasar terhadap sinyal hawkish the Fed, walaupun kemungkinan pada rapat awal bulan ini masih akan ditahan.
"Market antisipasi akan adanya sinyal hawkish dari the Fed, meskipun hampir dipastikan fed fund rate (FFR) akan stay di 5,5%" kata Rully pada CNBC Indonesia.
Berdasarkan perhitungan CME FedWatch Tool, probabilitas suku bunga acuan the Fed ditahan masih dominan di level 5,25% - 5,50%, mencapai 97,7%. Sisanya 2,3% malah berharap suku bunga bisa diturunkan, peluang suku bunga naik tidak ada atau 0%.
Foto: CME FedWatch Tool
Probabilitas Suku Bunga The Fed oleh CME FedWatch Tool |
Ekonom Bank Danamon, Irman Faiz juga menyatakan menjelang FOMC dan pengumuman penerbitan obligasi 10 tahunan AS (US Treasury) pada kuartal ini, pelaku pasar jadi cenderung wait and see.
"Menjelang FOMC dan pengumuman US Treasury issuance untuk kuartal ini sepertinya market expect more hawkish dari the Fed dan issuance yang lebih besar dari US Treasury" ungkap Irman.
Selain dari putusan the Fed yang dinanti pasar, Ekonom Maybank Myrdal Gunarto juga menyatakan beberapa sentimen yang membuat IHSG koreksi diantara perkembangan ekonomi global yang kurang kondusif akibat kondisi manufaktur China yang terkontraksi.
"Pertama ada aksi ambil langkah aman dari investor yang menanti putusan the Fed nanti malam, kedua perkembangan ekonomi global kalo kita lihat masih kurang kondusif terutama dari China PMI manufakturnya kontraksi, outlooknya jadi ga bagus buat ekonomi global, kekhawatiran terhadap imported inflation datanya masih terlihat" Myrdal Gunarto
Melansir data NBS, PMI Manufaktur China per Oktober 2023 turun ke 49,5 dari bulan sebelumnya sebesar 50,2. Nilai PMI di bawah 50 menunjukkan kondisi industri manufaktur di negeri tirai bambu ini terkontraksi.
Kontraksi dari industri manufaktur tersebut menjadi sangat berpengaruh bagi Indonesia. Pasalnya, Tiongkok yang kerap dijuluki sang Naga Asia merupakan negara tujuan terbesar Tanah Air.
Tak hanya itu, tekanan eksternal lain datang dari bank sentral Jepang atau Bank of Japan (BoJ) yang melebarkan suku bunga jangka panjang menjadi 1%. Dilansir dari CNBC International, BoJ dalam rilisnya, BoJ mengatakan tingkat target imbal hasil Japanese Government Bond (JGB) 10-tahun akan dipertahankan pada 0%, namun akan menggunakan batas atas 1% "sebagai referensi.
Kemudian, kekhawatiran dari eskalasi perang Israel-Hamas juga turut menjadi perhatian lantaran bisa menjadi risiko imported inflation terus meningkat. Barra Kukuh Mamia, Ekonom Bank BCA menyatakan pendapatnya terkait pasar keuangan yang melemah adalah akibat dari kondisi perang tersebut, kemudian juga karena kondisi manufaktur China lesu, serta keputusan BoJ melebarkan suku bunga jangka panjang ke 1%.
"China PMI turun, BoJ 10Y dilebarin ke 1%, market menunggu Fed, Houthi di Yaman join serang Israel" Ungkap Bara
Dari domestik juga ada beberapa data yang rilis pada hari ini, mulai dari Inflasi untuk periode Oktober 2023 naik ke 2,56% secara tahunan (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 2,28% yoy. Inflasi naik disebabkan kenaikan harga pada segmen transformasi dan makanan terutama dari beras dan cabai rawit.
Selanjutnya, rilis data PMI Manufaktur Indonesia per Oktober 2023 mencatatkan nilai yang terendah sejak lima bulan terakhir, yakni sebesar 51,5.
Meski melandai, PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 25 bulan terakhir. Akan tetapi, PMI Indonesia kembali jeblok maka ini harus menjadi alarm karena bisa menjadi sinyal perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Menanggapi itu, Agus Santoso, Ekonom dari UOB menyatakan pendapatnya terkait dengan kondisi PMI manufaktur Indonesia yang melambat dan inflasi yang meningkat membuat ekspektasi investor jadi lebih konservatif.
Agus mengatakan "Saya rasa pergerakan pasar hari ini cukup variatif ya. memang ada pelemahan rupiah, mostly karena ekspektasi aktivitas industri yang saya pikir tidak sebagus perkiraan. PMI manufaktur turun meskipun masih di level yang ekspansif. Ekspektasi inflasi yang lebih tinggi jg drive ekspektasi investor untuk masuk ke Indo menjadi lebih konservatif. Disatu sisi tekanan eksternal masih tinggi, demand for safe haven masih tinggi, preferensi investor di pasar global jg saat ini beralih ke US treasury ketimbang stocks. Ini yang saat ini dan kedepan masih menghambat pergerakan rupiah untuk menguat"
Kendati demikian, secara fundamental kondisi Indonesia masih tidak ada masalah, dan cenderung masih resilient tercermin dari kinerja laporan keuangan kuartal ketiga tahun ini yang rata-rata menunjukkan pertumbuhan positif kemudian dari hasil lelang Surat Utang Negara (SUN) pada akhir bulan lalu menunjukkan gairah asing yang kembali lagi ke Tanah Air.
Sependapat dengan hal tersebut, Ekonom Maybank Myrdal Gunarto mengatakan "Kalo dari sisi fundamental sendiri untuk Indonesia tidak ada masalah, masih cukup bagus. Emiten-emiten juga kinerjanya masih menjanjikan laporan kuartal ketiga juga pada bagus.
"Lelang SUN juga sesuai target, respon pasar terhadap seri I cukup bagus, secara fundamental tidak masalah hanya dari global saja masalahnya." Pungkasnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
https://news.google.com/rss/articles/CBMicWh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL3Jlc2VhcmNoLzIwMjMxMTAxMTMwMDExLTEyOC00ODU0OTYvaWhzZy1hbWJyb2wtbGViaWgtZGFyaS0xLWluaS1wZW5qZWxhc2FuLTUtYW5hbGlz0gEA?oc=5
2023-11-01 07:45:00Z
2582805774
Bagikan Berita Ini
0 Response to "IHSG Ambrol Lebih dari 1%, Ini Penjelasan 5 Analis - CNBC Indonesia"
Post a Comment