JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (7DRRR) atau suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen.
Kenaikan suku bunga acuan BI ini merupakan yang ketiga kalinya selama 2022. Sebelumnya pada Agustus dan September lalu BI telah menaikkan suku bunga acuan masing-masing sebesar 25 bps dan 50 bps.
Padahal sejak Maret 2021 BI telah menahan suku bunga acuannya di level 3,50 persen, setelah selama pandemi Covid-19 BI terus menurunkan suku bunga acuannya.
Baca juga: Suku Bunga Acuan BI Naik, Ini Sektor yang Akan Terdampak
Kebijakan moneter BI yang mengetat ini tentu akan berdampak pada banyak sektor perekonomian. Untuk itu, Kompas.com akan merangkum dampak kenaikan suku bunga acuan ini dari para ekonom dan analis, berikut rangkumannya.
1. Nilai tukar rupiah menguat
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan suku bunga dapat memperkuat ketahanan kurs rupiah terhadap penguatan dollar AS.
"Dampak dari naiknya bunga acuan di satu sisi bisa perkuat ketahanan kurs rupiah karena fenomena super dollar AS terus berlanjut," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (20/10/2022).
Pasalnya, BI mencatat sejak 1 Januari hingga 19 Oktober 2022 (year to date) nilai tukar rupiah telah terdepresiasi sebesar 8,03 persen dibandingkan dengan level akhir 2021. depresiasi tersebut disebabkan oleh sangat kuatnya dollar AS.
Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) tembus rekor tertinggi 114,76 pada 28 September 2022 dan tercatat 112,98 pada 19 Oktober 2022 atau mengalami penguatan sebesar 18,1 persen (ytd) selama 2022.
Sebelum BI menaikkan suku bunga acuan, Analis Sinarmas Futures Ariston Tjendra mengatakan, peluang nilai tukar rupiah yang melemah hingga Rp 16.000 per dollar AS masih terbuka lantaran faktor yang membuat rupiah melemah masih akan berlanjut.
"Untuk ke Rp 16.000, saya tidak bisa memprediksinya. Tapi peluang ke arah sana masih terbuka karena faktor-faktor penekan rupiah tersebut belum hilang dan kemungkinan masih ada di bulan-bulan mendatang," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/10/2022).
Dia menjelaskan, faktor eksternal penekan rupiah berupa kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS The Fed yang diperkirakan masih akan terjadi hingga akhir 2022 bahkan awal 2023.
Keagresifan The Fed menaikkan suku bunga acuan di tahun ini membuat selisih suku bunga acuan Bank Indonesia (AS) dan AS semakin tipis. Pasalnya, BI baru dua kali menaikkan suku bunga acuan dengan total 75 bps sepanjang 2022 menjadi 4,25 persen.
Ariston mengatakan, selisih suku bunga acuan yang semakin tipis ini tidak menguntungkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Inilah yang menjadi salah satu faktor penekan rupiah ke depannya.
Untuk itu kenaikan suku bunga acuan ini perlu dilakukan BI sebagai salah satu upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar tidak semakin melemah.
2. Bunga deposito dan kredit naik
Selain ke nilai tukar kenaikan suku bunga acuan BI juga berdampak ke setor perbankan. Sebab, suku bunga acuan ini menjadi salah satu acuan perbankan dalam menentukan besaran bunga deposito dan kredit perumahan, kendaraan, maupun jenis kredit lainnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, suku bunga perbankan baik bunga deposito maupun kredit saat ini sudah naik menyesuaikan kenaikan suku bunga acuan BI pada Agustus dan September lalu sebesar total 75 basis poin (bps).
meski demikian, kenaikan suku bunga perbankan tersebut masih terbatas. Pasalnya, likuiditas perbankan masih longgar sehingga memperpanjang efek tunda (lag effect) transmisi suku bunga kebijakan pada suku bunga deposito dan kredit.
"Kenaikan suku bunga kebijakan mendorong peningkatan suku bunga pasar uang, di tengah kenaikan suku bunga perbankan yang masih terbatas," ujarnya saat konferensi pers, Kamis (20/10/2022).
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menambahkan, transmisi dari kebijakan peningkatan suku bunga acuan BI ke perbankan masih belum terjadi secara penuh.
Hal ini terlihat dari rata-rata kenaikan suku bunga kredit sebesar 2 bps setara 0,02 persen dan suku bunga deposit 10 bps atau setara 0,10 persen.
"Artinya perbankan pun dalam posisi memang ingin mendorong pertumbuhan, terlihat dari kredit perbankan yang tumbuh pesat di September sekitar 11 persen," kata Destry pada kesempatan yang sama.
3. Memperlambat pertumbuhan ekonomi
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah Redjalam mengatakan, kenaikan suku bunga acuan ini berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun, dia bilang, dampak kebijakan moneter ini tidak langsung berimbas ke perekonomian. Kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 50 bps ini baru akan dirasakan beberapa bulan ke depan.
"Kenaikan suku bunga memang berpotensi berdampak negatif menahan pertumbuhan ekonomi. Tetapi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi tidak bersifat segera," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (20/10/2022).
Dia menyatakan, pertumbuhan ekonomi di tahun ini masih belum banyak terganggu akibat kenaikan suku bunga acuan. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi 2022 diperkirakan masih akan sesuai ekspektasi BI yakni tetap bias ke atas di kisaran 4,5-5,3 persen.
"Dampak kenaikan suku bunga sekarang baru terasa 2 triwulan ke depan (6 bulan mendatang). Saya perkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini belum banyak terganggu," ucapnya.
Hal tersebut lantaran kenaikan suku bunga acuan BI secara bertahap akan mendorong kenaikan suku bunga deposito perbankan. Kemudian diikuti dengan kenaikan suku bunga kredit atau pembiayaan.
Setelah sektor perbankan terdampak kenaikan suku bunga BI, barulah sektor konsumsi dan investasi nasional terdampak hingga akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Artinya, kenaikan suku bunga acuan BI tersebut akan membutuhkan waktu untuk ditransmisikan ke sektor perbankan dan sektor-sekotor ekonomi lainnya.
4. Kredit modal kerja lebih terdampak
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, dampak dari kenaikan suku bunga acuan BI yang ketiga kalinya ini akan membuat perbankan lebih cepat menyesuaikan kenaikan suku bunga acuan BI ke bunga kredit modal kerja ketimbang ke jenis kredit lainnya.
Sebab, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) kredit modal kerja akan lebih tinggi dibandingkan dengan NPL kredit jenis lain seperti kredit investasi ataupun konsumsi.
"Hal tersebut berimplikasi juga kenaikan suku bunga kredit modal kerja cenderung akan lebih cepat dan atau lebih besar dari kenaikan suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit konsumsi,"ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (21/10/2022).
Lebih lanjut dia menjelaskan, hal tersebut diperkirakan akan terjadi lantaran kenaikan suku bunga kredit berpotensi akan mendorong kenaikan biaya pinjaman (cost of borrowing) pelaku usaha yang akan menahan upaya untuk memperkuat momentum pertumbuhan.
"Dampaknya pada perbankan, kenaikan suku bunga acuan BI diperkirakan berpotensi juga berdampak pada sektor riil," ucapnya.
Baca juga: Kenaikan Suku Bunga BI Hambat Pertumbuhan Ekonomi? Ekonom: Tidak Bersifat Segera
5. Daya beli masyarakat tertahan, sektor usaha terdampak
Anggota KADIN Indonesia Bidang Kebijakan Moneter dan Jasa Keuangan Ajib Hamdani mengatakan, kenaikan suku bunga acuan mungkin memang efektif mengendalikan inflasi dalam negeri, namun kebijakan ini dapat berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Pasalnya, kenaikan suku bunga acuan BI dapat mempengaruhi sektor usaha karena daya beli masyarakat menjadi tertahan akibat suku bunga kredit atau pembiayaan perbankan menjadi naik.
"Kebijakan moneter ini cenderung memberikan sentimen negatif terhadap pertumbuhan ekonomi yang sedang berjalan," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (20/10/2022).
Dia pun berharap, pemerintah dapat membantu menstimulus sektor usaha melalui belanja pemerintah yang per Agustus 2022 baru terealisasi 53,3 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.
"Harapan dunia usaha, terjadi akselerasi belanja pemerintah untuk memberikan daya ungkit maksimal pada kuartal terakhir 2022 ini dan pencapaian investasi sesuai target," ucapnya.
Baca juga: BI 3 Kali Naikkan Suku Bunga, Kadin Ingatkan Bisa Beri Sentimen Negatif ke Ekonomi
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMidWh0dHBzOi8vbW9uZXkua29tcGFzLmNvbS9yZWFkLzIwMjIvMTAvMjQvMTE0MDAwNzI2LzUtZGFtcGFrLWtlbmFpa2FuLXN1a3UtYnVuZ2EtYWN1YW4tYmktdGVyaGFkYXAtbWFzeWFyYWthdD9wYWdlPWFsbNIBcGh0dHBzOi8vYW1wLmtvbXBhcy5jb20vbW9uZXkvcmVhZC8yMDIyLzEwLzI0LzExNDAwMDcyNi81LWRhbXBhay1rZW5haWthbi1zdWt1LWJ1bmdhLWFjdWFuLWJpLXRlcmhhZGFwLW1hc3lhcmFrYXQ?oc=5
2022-10-24 04:40:00Z
1605667241
Bagikan Berita Ini
0 Response to "5 Dampak Kenaikan Suku Bunga Acuan BI terhadap Masyarakat - Kompas.com - Kompas.com"
Post a Comment