Sementara itu, Menteri PPPA, Yohana Yembise mengatakan kondisi perempuan Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan. Banyak upaya yang telah dilakukan, namun data menunjukkan bahwa posisi dan status perempuan masih menghadapi hambatan dibandingkan laki-laki di berbagai bidang pembangunan.
Hal ini dibuktikan dengan data Indeks Pembangunan Gender (GDI) Indonesia adalah 92,6 sedangkan GDI dunia rata-rata adalah 93,8. Dengan jumlah tersebut, Indonesia menempati posisi ke-enam dari semua negara ASEAN.
Pemerintah menggunakan Indeks Pemberdayaan Gender (GEI) untuk mengevaluasi program-program pemberdayaan gender, dengan rata-rata GEI Indonesia selama 2010-2016 sebesar 70,10. Meskipun Indeks Pemberdayaan Gender sejak 2010 hingga 2016 terus meningkat setiap tahunnya, namun fakta kesenjangan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia masih ada.
Yohana menjelaskan salah satu sektor yang menunjukkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan adalah pendidikan. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa rata-rata perempuan di Indonesia hanya berpendidikan sampai kelas tujuh atau kelas dua SMP. Masih banyak perempuan yang tidak menyelesaikan pendidikan SMP dan hanya memiliki sertifikat sekolah dasar.
Kondisi ini menyebabkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan yang masih jauh di bawah laki-laki. Berdasarkan data Sakernas (Survei Ketenagakerjaan Nasional) pada 2017, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan adalah 50, lebih rendah dibandingkan laki-laki yang sudah mencapai 83.
Dari jumlah total tenaga kerja, perempuan umumnya bekerja di sektor informal dengan persentase terbesar di sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan sebesar 28 persen, diikuti oleh sektor perdagangan skala besar dan kecil sebesar 23 persen. Data Sakernas 2016 menunjukkan meskipun perempuan memiliki tingkat pendidikan yang sama, namun upah yang mereka terima lebih rendah dibandingkan laki-laki.
“Perempuan yang bekerja di sektor informal masih menghadapi berbagai kendala, diantaranya terbatasnya akses sumber daya keuangan dan modal, akses untuk mendapatkan informasi tentang produk atau pasar, dan akses untuk mendapatkan pelatihan keterampilan dan peningkatan kapasitas produk. Padahal peran perempuan dalam pembangunan ekonomi telah memberikan dampak besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2014, dari jumlah pelaku usaha mikro dan kecil di Indonesia, hampir 70 persen dikelola oleh perempuan,” tutur Menteri Yohana.
Untuk mengurangi kesenjangan gender, terutama di bidang ekonomi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mengembangkan kebijakan Industri Rumahan (IR) yang dilakukan oleh kelompok perempuan, informal, dan memiliki modal kecil. Skala kelompok usaha ini masih kurang mendapat perhatian, meskipun kelompok usaha ini perlu diberdayakan karena dampaknya yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3607884/sri-mulyani-ketidaksetaraan-gender-timbulkan-kemiskinanBagikan Berita Ini
0 Response to "Sri Mulyani: Ketidaksetaraan Gender Timbulkan Kemiskinan"
Post a Comment