Liputan6.com, Jakarta - Harga minya berbalik arah dan menguat hingga 2 persen pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Pendorong penguatan harga minyak ini adalah adanya bocoran informasi yang menyatakan bahwa Rusia bersedia untuk memangkas produksi.
Mengutip Reuters, Jumat (30/11/2018), harga minyak mentah Brent berjangka naik 75 sen atau 1,3 persen dan menetap di USD 59,51 per barel, setelah sempat menyentuh harga tertinggi intraday di USD 60,37 per barel.
Sedangkan harga minyak mentah AS berjangka naik USD 1,16 atau 2,3 persen menjadi USD 51,45 per barel, setelah mencapai harga tinggi di USD 52,20 per barel.
Namun jika dihitung sepanjang November, harga minyak telah mengalami penurunan hampir 22 persen. Angka ini merupakan penurunan terbesar sejak krisis keuangan 2008.
Kenaikan pasokan minyak mentah yang cukup besar di Amerika Serikat (AS) dan juga beberapa produsen utama minyak telah menekan harga minyak hingga ke bawah USD 58 per barel.
Pada perdagangan Kamis harga minyak mengalami kenaikan karena sebuah sumber mengatakan bahwa Rusia akan mempertimbangkan untuk bergabung bersama dengan negara-negara anggota organisasi eksportir minyak (OPEC) untuk memangkas produksi.
Kementerian Energi Rusia telah mengadakan pertemuan dengan para pemimpin produsen minyak domestik pada Selasa kemarin. Pertemuana tersebut dilakukan sebelum menuju ke acara OPEC di Wina pada 6-7 Desember.
“Ide pada pertemuan itu adalah bahwa Rusia perlu mengurangi. Pertanyaan kuncinya adalah seberapa cepat dan seberapa banyak,” kata salah satu sumber yang dekat dengan Kementerian Energi Rusia.
Analis Again Capital John Kilduff mengatakan bahwa pelaku pasar mengharapkan bahwa terjadi pemotongan produksi sebesar 1 juta barel per hari.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3795413/harga-minyak-naik-karena-rusia-berikan-sinyal-siap-pangkas-produksiBagikan Berita Ini
0 Response to "Harga Minyak Naik karena Rusia Berikan Sinyal Siap Pangkas Produksi"
Post a Comment