PT Pertamina (Persero) tengah menyiapkan proyek kilang ramah lingkungan atau green refinery project yang memproduksi bahan bakar diesel nabati 100 persen (B100).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, Pertamina akan mengoptimalkan kilang yang sudah ada untuk mengimplementasikan proyek tersebut, sebagai upaya mengoptimalisasi aset yang ada dan efisiensi investasi karena tidak perlu membuat kilang baru.
“Investasi pengembangan kilang, salah satunya kilang Dumai,” kata Nicke saat menghadiri Pertamina Energy Forum, di Jakarta, Rabu (28/11/2018).
Nicke mengungkapkan, investasi untuk pembuatan kilang baru butuh sekitar USD 3,5 miliar. Sedangkan jika mengoptimalisasi kilang yang sudah ada maka akan menghemat 40 persen dari investasi kilang baru.
"Dengan memodifiksi kedua kilang Pertamina, akan menghasilkan biodiesel dan juga biofuel. Ini berbeda dengan produksi sebelumnya yang menghasilkan solar dan Bahan Bakar Minyak (BBM)," paparnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menambahkan, jika program tersebut terlaksana, Pertaminabisa menjadi pemimpin dalam produksi B100. Hal ini disampaikan oleh dalam paparannya pada Pembukaan PEF 2018.
“Kami berharap Pertamina sebagai batu penjuru serta pemimpin dalam mengembangkan B20 (biodiesel),” ungkapnya.
Sebelumnya, Pertamina perusahaan menandatangani perjanjian minyak dan gas multinasional Italia yaitu ENI S.p.A. Kerjasama ini untuk menjajaki bisnis hilir minyak dan gas. Dalam perjanjian itu termasuk potensi untuk mengembangkan kilang hijau dan peluang perdagangan bisnis di minyak dan gas, dan produk lainnya.
Penandatanganan yang dilakukan pada 21 September di Porto Marghera, Venesia oleh Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati dan Chief Refining dan Marketing Officer ENI, Giuseppe Ricci disaksikan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Indonesia, Rini Soemarno.
Kolaborasi dalam kilang hijau ini relevan dengan komitmen Pertamina untuk memasok bahan bakar dengan campuran biodiesel 20 persen (B20), sebagaimana diamanatkan oleh pemerintah Indonesia. Setelah B20, Pemerintah juga optimistis akan berlanjut menuju B100.
Saat ini Indonesia mengkonsumsi sekitar 1,6 juta barel per hari (bph), sementara produksi dalam negeri hanya mencapai sekitar 800 ribu bph, oleh karena itu Indonesia harus mengimpor untuk menutupi kekurangan tersebut. Produksi minyak menurun dan hanya akan mempercepat jika tidak ada investasi besar untuk melakukan eksplorasi baru untuk menambah cadangan.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3785322/luhut-ungkap-presiden-pertanyakan-sebab-4-tahun-tak-ada-kilang-terbangunBagikan Berita Ini
0 Response to "Luhut Ungkap Presiden Pertanyakan Sebab 4 Tahun Tak Ada Kilang Terbangun"
Post a Comment