:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1991480/original/075816900_1520943664-IMF-7.jpg)
Kurs rupiah masih betah di kisaran 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Salah satu penyebabnya adalah karena keluarnya dana asing dari Indonesia sekitar USD 1,9 miliar atau Rp 26,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.000), sehingga menyebabkan dolar AS meningkat.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede mengungkapkan, di tengah tren penguatan dolar AS terhadap mata uang dunia termasuk rupiah, BI selalu berada berada di pasar melakukan langkah stabilisasi rupiah dengan intervensi di pasar valas dan pasar Surat Berharga Negara (SBN), terindikasi dari kenaikan kepemilikan Bank Indonesia (BI) pada SBN dalam 1-2 bulan terakhir ini.
Langkah-langkah stabilisasi rupiah tersebut berimbas pada penurunan cadangan devisa (cadev) per April menjadi USD 124,9 miliar. Penurunan cadangan devisa dikonfirmasi oleh tren keluarnya dana asing di pasar keuangan baik di pasar saham dan pasar obligasi.
"Investor asing membukukan penjualan bersih sebesar USD 750 juta, sementara kepemilikan investor asing pada SBN juga turun sekitar USD 1,15 miliar yang mendorong pelemahan rupiah," kata Josua saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (10/5/2018).
Lebih jauh dijelaskannya, pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS masih didominasi faktor eksternal, antara lain terkait perjanjian nuklir dengan Iran karena akan berpotensi meningkatkan ketegangan geopolitik antara AS dengan Iran, serta mendorong kenaikan harga minyak dunia. Sementara kenaikan harga minyak dunia akan berpotensi membebani negara yang notabene adalah net importir minyak, antara lain India, Indonesia, dan Filipina.
Selain itu, sambung Josua, penguatan dolar AS terhadap mata uang negara maju dan negara berkembang juga dipengaruhi oleh rilis data Euro Zone yang relatif menurun, seperti laju inflasi Euro Zone serta laju factory order Jerman yang melambat yang mendorong ekspektasi bahwa bank sentral Eropa diperkirakan akan menunda melakukan pengurangan stimulus moneter sehingga memberi tekanan pada nilai tukar Euro.
"Dari domestik, pergerakan rupiah turut dipengaruhi oleh ekspektasi pelebaran defisit transaksi berjalan pada 2018. Ini seiring tren laju impor yang lebih cepat dari laju ekspor. Permintaan dolar AS yang meningkat di dalam negeri juga dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran dividen yang cukup besar dari perusahaan multinasional di Indonesia," terangnya.
Ke depan, Josua mengatakan, BI diperkirakan masih akan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi rupiah melalui first line of defense dalam rangka menekan volatilitas nilai tukar rupiah.
"Volatilitas rupiah diperkirakan akan cenderung menurun pada semester II-2018, seiring normalnya permintaan dolar di dalam negeri, serta sentimen eksternal yang mulai mendukung khususnya setelah FOMC Juni, di mana Fed diperkirakan akan memberikan outlook terkini terkait arah suku bunga AS dalam jangka pendek ini," tandas Josua.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3520898/sun-kurang-diminati-ini-kata-sri-mulyaniBagikan Berita Ini
0 Response to "SUN Kurang Diminati, Ini Kata Sri Mulyani"
Post a Comment