Kemenperin juga telah mengusulkan harmonisasi skema PPn BM untuk mobil sedan dan kendaraan listrik, dengan menurunkan sampai menghapuskan tarifnya.
Upaya ini guna mendongkrak produktivitas industri otomotif nasional supaya dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga ekspor.
“Kami sedang menggenjot produksi sedan untuk memperluas pasar ekspor. Apalagi industri otomotif memang berorientasi ekspor dan prioritas dalam penerapan revolusi industri 4.0. Kami juga sedang fokus pada pengembangan produksi kendaraan listrik,” ungkapnya.
Dalam skema baru ini, perhitungan PPnBM tidak lagi berbasis tipe kendaraan, ukuran mesin, dan peranti penggerak.
Pajak akan diperhitungkan berdasarkan hasil pengujian emisi karbondioksida (CO2) dan volume silinder (ukuran mesin). Batas emisi terendah, yakni 150 gram per kilometer dan tertinggi 250 gram per kilometer. Adapun PPnBM yang berlaku 0-50 persen.
Semakin rendah emisi dan volume mesinnya, pajak yang dibayarkan semakin murah.
Pemerintah juga akan memberikan perlakuan khusus berupa pajak yang lebih rendah untuk kendaraan komersial serta kendaraan yang masuk program emisi karbon rendah (low carbon emission vehicle/LCEV) dan kendaraan bermotor hemat bahan bakar dan harga terjangkau (KBH2). PPn BM yang berlaku 0-30 persen.
Di samping itu, Airlangga menyampaikan pemerintah akan mengeluarkan skema mini tax holiday bagi investor dengan nilai investasi di bawah Rp500 miliar. Dalam aturan itu, rencananya investor diberikan diskon Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 60 persen.
“Insentif ini diharapkan dapat menumbuhkan sektor industri kecil dan menengah (IKM),” tuturnya.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3656016/menperin-perlu-insentif-fiskal-tarik-investasiBagikan Berita Ini
0 Response to "Menperin: Perlu Insentif Fiskal Tarik Investasi"
Post a Comment