Search

Dear Investor Angkatan Covid-19, Bursa Saham Bukan Meja Judi - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Indonesia sempat kalang kabut akibat pandemi Covid-19 pada2020 silam dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kehilangan lebih dari 30% kapitalisasi pasarnya. Nah saat IHSG ambruk, kesempatan ini dimanfaatkan masyarakat, mayoritas milenial, mulai berinvestasi di saham yang ditunjukan dari jumlah investor ritel domestik yang bertambah sangat pesat.

Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut bahwa sampai akhir tahun lalu jumlah investor domestik yang tercermin dalam Single Investor (SID) sudah mencapai 3,8 juta, bahkan data terakhir menyebutkan sudah mencapai 4 juta.

Pertumbuhannya luar biasa pesat. Bayangkan saja di tahun 2019 jumlah investor domestik masih sebanyak 2,5 juta orang. Artinya dalam satu tahun terjadi pertambahan lebih dari 40%.


Kondisi ini sangat kontras dengan empat tahun silam. Pada 2016 jumlah investor domestik masih di bawah 1 juta. Artinya dalam kurun waktu lima tahun basis investor lokal meningkat hampir lima kali lipat dan pertumbuhan tertinggi terjadi di saat krisis ekonomi akibat Covid-19 terjadi.

Kebijakan pembatasan sosial dan adopsi teknologi digital oleh masyarakat serta broker saham memang jadi salah satu faktor pendorong penguatan basis investor lokal. Saat ini anda tidak perlu keluar rumah lagi untuk sekedar membuka akun sekuritas, semuanya dapat dilakukan secara online.

Dengan pertambahan jumlah investor maka 'lapak' akan menjadi lebih ramai. Rata-rata nilai transaksi di bursa yang pada 2019 masih berada di Rp 8 triliun per hari kini sudah menyentuh Rp 21 triliun per hari. Fantastisnya lagi mayoritas yang bertransaksi adalah investor domestik yang termasuk di dalamnya para investor ritel pemula.

Bursa saham yang selama ini kecanduan hot money asing bisa lebih berdikari. Jumlah investor ritel yang bertambah diharapkan mampu menjadi penyangga (buffer) kala IHSG diterpa aksi jual (outflow) investor asing.

Namun sayang peningkatan para investor yang baru mencicipi 'medan' di pasar modal ini juga menimbulkan permasalahan yang baru. Pasalnya tak sedikit dari pemain baru yang bisa disebut investor angkatan Covid-19 memiliki pengetahuan yang minim tentang investasi.

Banyak dari kalangan mereka yang hanya ikut-ikutan tren berinvestasi, berberapa bahkan hanya untuk mencari cuan dalam waktu singkat saja. Padahal di dalam investasi ada risiko yang harus diidentifikasi dan dikelola. Di sinilah petaka bermula.

Investor ritel domestik angkatan Covid-19 selama ini dimanjakan dengan tren buliish di pasar akibat stimulus pemerintah dan bank sentral serta bombardir kabar positif terkait vaksin Covid-19.

Mereka juga dimanjakan dengan kebijakan auto reject bawah (ARB) asimetris yang dipatok 7%, sehingga mereka tak harus merasakan getirnya ketika dalam sehari portofolionya bisa anjlok 25% seperti saat sebelum Covid-19 belum merebak.

Dimanjakanya investor ritel angkatan corona membuat mereka lalai untuk mengelola risiko dengan bijak.Seketika pasar modal Tanah Air menjadi ladang subur untuk bagi para spekulan amatiran ini. Bursa saham berubah menjadi bursa taruhan.

Banyak investor ritel pemula yang dalam waktu singkat bisa meraup keuntungan jumbo. Namun banyak dari kalangan mereka tidak benar-benar memahami apa yang mereka beli terpaksa nyangkut dan merugi parah.

Tidak puas dengan cuan yang single digit, banyak ritel yang menjadi tamak. Mereka memanfaatkan fasilitas trading limit (TL) dan margin untuk mendapatkan imbal hasil yang jauh lebih besar dari modal yang digunakan.

Limit adalah fasilitas untuk trading yang diberikan oleh broker kepada nasabah. Pengalinya bisa sampai 5x dari modal. Ada jangka waktu tertentu dan bisa digunakan untuk membeli berbagai saham yang ditransaksikan di bursa.

Anda hanya diijinkan untuk memegang saham tersebut sampai T+2 hari, pada T+3 akun sekuritas anda akan di suspend buy, dan pada T+4 apabila anda belum menjual saham tersebut, sekuritas akan menjual paksa alias forced sell.

Berbeda dengan limit yang seringkali tak membutuhkan minimal dana investasi, margin hanya digunakan untuk mereka investor yang bermodal besar. Setidaknya lebih dari Rp 200 juta. Pengali margin cenderung lebih rendah dari limit biasanya 2 kali modal dan hanya bisa digunakan untuk saham-saham tertentu saja.

Jika menggunakan margin, anda bisa menyimpan saham tersebut dalam jangka waktu panjang dengan catatan anda mampu membayar bunga pinjaman dan memiliki rasio kecukupan pinjaman yang baik agar tidak terkena margin call.

Fasilitas ini menjadi sangat menarik, bayangkan saja apabila anda hanya mendapat capital gain sebanyak 25%, jika anda menggunakan fasilitas limit sebanyak 4x maka cuan anda akan melesat hingga 100%.

Penggunaan limit dan margin yang dilandasi dengan manajemen risiko yang baik akan membuat investor berhasil mendulang cuan berkali-kali lipat dari modal. Namun jika ugal-ugalan, kerugian yang besar yang akan menanti.

Apalagi manajemen resiko yang buruk yang diperlihatkan oleh para investor ritel baru-baru ini menghebohkan jagat pasar modal.Banyak fenomena investor nyangkut karena membeli saham-saham di harga tinggi dan saham tersebut tiba-tiba anjlok. Parahnya pembelian dilakukan menggunakan 'uang panas' hasil dari menggadaikan BPKB, menggunakan uang arisan, hingga uang kuliah.

Banyak dari investor pemula ini yang juga menggunakan fasilitas trading limit. Namun saham-saham yang diborong para investor ritel amatiran mendadak dilanda ARB berhari-hari dan sang investor tak mampu menutup pinjaman yang diberikan sekuritasmaka akhirnya hal ini memaksa broker melakukan force sell.

Bahkan tercatat salah satu broker besar Tanah Air sampai memberikan himbauan agar nasabahnya bertransaksi dengan kapasitas modal masing-masing karena banyaknya nasabah yang tidak mampu membayar pinjamanya pada masa akhir pembayaran TL (T+2) meningkat akhir-akhir ini.

Dampak force sell tentunya akan merugikan investor selain saham-saham hasil pembelian akan dijual, saham-saham yang dijadikan jaminan juga turut dilego. Broker juga dibuat pening ketika saham-saham yang dibeli dengan fasilitas tersebut adalah saham-saham ARB beruntun seperti saham-saham farmasi yang seringkali dibuka di level ARBnya sehingga sulit dijual.

Hal ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi para investor ritel pemula. Sebelum berinvestasi pelajarilah produk atau perusahaan yang akan dibeli. Jangan lupa juga identifikasi dan kelola risikonya. Tentukan juga tujuan investasi apakah memang ingin investasi dalam jangka panjang, atau hanya trading dalam jangka menengah atau pendek,jangan hanya terburu nafsu!

Kalau sudah muncul kasus begini dan bikin rugi parah, masih mau lanjut berjudi?

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]

(RCI)

Let's block ads! (Why?)


https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMieWh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL21hcmtldC8yMDIxMDExOTEzNDYzMi0xNy0yMTcxMjcvZGVhci1pbnZlc3Rvci1hbmdrYXRhbi1jb3ZpZC0xOS1idXJzYS1zYWhhbS1idWthbi1tZWphLWp1ZGnSAQA?oc=5

2021-01-20 03:02:07Z
52782578166275

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Dear Investor Angkatan Covid-19, Bursa Saham Bukan Meja Judi - CNBC Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.