Posisi tersebut merupakan penutupan terendah sejak 12 Maret dan WTI sejak 8 Maret. Pada Mei, harga Brent melemah sekitar 8 persen dan WTI sekitar 11 persen yang akan menjadi penurunan bulan pertama untuk kedua harga minyak acuan itu dalam lima bulan.
"Perang dagang AS-China yang meningkat merupakan risiko bagi pasar minyak,” ujar Bernstein Energy.
Bernstein Energy meyebutkan, di bawah “skenario perang dagang”, permintaan minyak global akan hanya tumbuh 0,7 persen pada 2019. Melemahnya permintaan, Bernstein menyatakan, setiap kenaikan pasar minyak tertutup meski pasokan relatif terbatas.
Harga minyak pada 2019 didukung pengurangan produksi dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen lainnya serta penurunan pasokan dari anggota OPEC Iran dan Venezuela karena sanksi AS.
Ekspor minyak mentah AS Iran turun hingga kurang dari setelah pada April di kisaran 400 ribu per hari (bph) setelah AS memperketat sanksi terhadap sumber pendapatan utama Iran. Iran perlu ekspor setidaknya 1,5 juta-2 juta barel per hari minyak mentah untuk menyeimbangkan neracanya.
"Kami melihat banyak risiko eskalasi sebagian besar karena sanksi AS membuat Iran mengalami kesulitan ekonomi yang hampir tidak pernah terjadi sebelumnya," ujar Direktur Pelaksana RBC Capital Markets, Helima Croft.
Para pemimpin negara Arab berkumpul di Arab Saudi pada Kamis untuk KTT darurat. Diharapkan Arab Saudi dapat sampaikan pesan kuat kepada Iran kalau kekuatan regional akan membela kepentingannya setelah serangan terhadap aset minyak negara itu.
Sementara itu, utusan Iran-AS menyatakan,AS akan tanggapi dengan kekuatan militer jika kepentingannya diserang Iran.
Banyak analis juga perkirakan pengurangan pasokan yang dipimpin OPEC akan diperpanjang hingga akhir 2019 karena organisasi tersebut ingin mencegah harga minyak jatuh kembali ke level USD 50 per barel.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3980244/sentimen-perang-dagang-bebani-harga-minyakBagikan Berita Ini
0 Response to "Sentimen Perang Dagang Bebani Harga Minyak"
Post a Comment