Search

BI Jamin Rupiah 'Zaman Now' Beda dengan Krisis 98 - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) memastikan kondisi ekonomi saat ini yang tengah tertekan dampak penyebaran pandemi virus corona atau Covid-19 berbeda dengan kondisi saat krisis moneter 1998 dan krisis keuangan 2008. Sekalipun, kondisi nilai tukar rupiah sama-sama anjlok mencapai Rp16 ribu per dolar Amerika Serikat (AS).

"Mohon maaf, masyarakat yang membandingkan Rp16 ribu sekarang dengan krisis Asia 1997-1998. Yang terjadi saat ini sangat berbeda dengan krisis global 2008, apalagi krisis Asia (1998)," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (26/3).

Perry menjelaskan kondisi saat ini berbeda dengan krisis 1998 karena nilai tukar rupiah tidak anjlok dari kisaran Rp2.500 menjadi Rp16 ribu per dolar AS seperti pada masa itu. Saat ini, rupiah hanya melemah dari kisaran Rp13.800 menjadi Rp16 ribu per dolar AS.


"Ini berarti (pelemahan rupiah) hampir delapan kali lipat (saat krisis 1998), sementara sekarang tingkat kelemahannya sekitar 12 persen, jauh lebih kecil," jelasnya. Sementara bila dibandingkan dengan krisis 2008, kondisi nilai tukar saat itu sejatinya hanya melemah dari kisaran Rp9.060 ke Rp10.208 per dolar AS. Artinya, kurs rupiah masih lebih rendah dari saat ini.

Indikator lain, misalnya dari indikator rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) di perbankan. Perry mengatakan kondisi CAR bank masih berkisar 23 persen pada bulan lalu.

"Perbankan jauh lebih kuat, perbankan di seluruh dunia juga lebih kuat," imbuhnya.

Sementara posisi CAR bank pada 1998 mencapai minus 15,7 persen lalu meningkat hingga 21,6 persen pada 1999. Sedangkan CAR pada 2008 berkisar 16,8 persen.

Begitu pula dari sisi rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di bank yang mencapai 48,6 persen pada 1998 dan 3,2 persen pada 2008. Saat ini, NPL gross bank sebesar 2,77 persen dan NPL net 1,08 persen.

"Dari sisi langkah ekonomi juga cukup baik dari kebijakan moneter, fiskal, maupun stabilitas sistem keuangan (saat ini), hanya saja sekarang kepanikan dari seluruh dunia meningkat," katanya.

Selain itu, indikator makro ekonomi lain masih cukup baik. Misalnya, inflasi yang terjaga rendah 0,28 persen secara bulanan dan 2,98 persen secara tahunan pada Februari 2020.

Menurutnya, kondisi ekonomi saat ini cenderung tidak seburuk masa-masa krisis lalu karena Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari pemerintah, BI, OJK, dan LPS menggunakan protokol pemantauan. Protokol ini dibentuk sebagai pembelajaran dari krisis 2008.

"Bahkan setiap tahun kami melakukan simulasi tapi bentuk nyata dari itu adalah koordinasi sangat era dengan menteri keuangan dan OJK untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tuturnya.

Jurus Kuatkan Rupiah

Perry meyakini pelemahan nilai tukar rupiah akan berlangsung sementara karena BI terus berada di pasar dengan berbagai intervensinya. Mulai dari intervensi likuiditas di pasar spot, DNDF, hingga membeli Surat Berharga Negara (SBN) yang dilepas asing.

Lalu, bank sentral juga menambah likuiditas di perbankan melalui kebijakan repo dan pelonggaran batas cadangan kas bank di BI atau Giro Wajib Minimum (GWM). Kemudian, bank sentral juga melakukan konvergensi nilai tukar rupiah di bank dan perusahaan perantara jual beli mata uang (broker).

Pasalnya, pelemahan mata uang Garuda sempat membuat kurs di bank dan broker berbeda. "Yang kami lakukan adalah mengupayakan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan dolar AS dengan mendekatkan kurs konvergensi di broker dan bank secara bersamaan," terangnya.

Langkah ini dilakukan dengan menggelontorkan cadangan devisa Indonesia yang tersisa US$130,6 miliar pada Februari 2020. Ia mengatakan langkah ini memang akan menurunkan ketersediaan devisa, namun mau tidak mau perlu dilakukan agar stabilitas kurs rupiah terjaga.

Kendati begitu, Perry mengaku bank sentral belum terpikir untuk menambah kekuatan cadangan devisa dengan cara meminjam ketersediaan valuta asing dari bank sentral lain, misalnya melalui bilateral swap.

Saat ini, BI memiliki kuota bilateral swap dengan bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) sebesar US$30 miliar, bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) US$22,7 miliar, dan bank sentral Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) $10 miliar.

"Kami pastikan jumlah cadangan devisa saat ini lebih dari cukup. Tapi kami berkomunikasi dengan bank sentral negara-negara tersebut, kalau memang diperlukan itu bisa diaktivasi," katanya.

Tak Ganggu Inflasi

Di sisi lain, Perry menilai pelemahan nilai tukar rupiah saat ini tidak akan mengganggu tingkat inflasi nasional. Terbukti, katanya, hasil survei bank sentral nasional justru menunjukkan potensi inflasi hanya sebesar 0,11 persen secara bulanan dan 2,98 persen secara tahunan pada Maret 2020.

Menurutnya, secara menyeluruh ada empat indikator inflasi akan terjaga rendah dan berada di kisaran target BI sebesar 3 persen plus minus 1 persen. Pertama, pasokan yang diklaim mencukupi.

[Gambas:Video CNN]

Kedua, arus penawaran (supply) dan permintan (demand) terjaga. Ketiga, pemantauan oleh tim pengendali inflasi pusat dan daerah terus berlangsung.

Keempat, pelemahan rupiah hanya bersifat sementara akibat kepanikan investor di tengah pandemi corona. "Saya yakin korporasi tidak akan menaikkan harga karena pelemahan rupiah. Kami tidak melihat ada lonjakan harga karena pemerintah menjamin pasokan dan sudah antisipasi termasuk untuk Ramadan," ungkapnya.

(uli/sfr)

Let's block ads! (Why?)


https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMibWh0dHBzOi8vd3d3LmNubmluZG9uZXNpYS5jb20vZWtvbm9taS8yMDIwMDMyNjE1MDYxNS03OC00ODcxNDUvYmktamFtaW4tcnVwaWFoLXphbWFuLW5vdy1iZWRhLWRlbmdhbi1rcmlzaXMtOTjSAQA?oc=5

2020-03-26 11:18:00Z
52782103216000

Bagikan Berita Ini

0 Response to "BI Jamin Rupiah 'Zaman Now' Beda dengan Krisis 98 - CNN Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.