Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot pekan ini di tengah sentimen negatif dari global, terutama China. Sempat menembus lagi level psikologis 6.900 di awal pekan, indeks acuan tersebut akhirnya kembali tertahan di kisaran 6.850-an.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG turun 0,48% dalam sepekan, ditutup di 6.859,91 pada Jumat (18/8/2023).
Dalam sebulan IHSG terkoreksi 0,06% dan sejak awal tahun (year to date/YtD) naik tipis 0,14%. Penurunan terbesar IHSG di pekan ini terjadi pada Jumat, yakni sebesar 0,59%.
IHSG terpantau kembali melemah, setelah pada Kamis libur dalam rangka Hari Ulang Tahun Indonesia atau Hari Kemerdekaan Indonesia. Koreksi IHSG sejalan dengan pergerakan bursa saham global yang juga melemah.
Memburuknya sentimen pasar menjadi penyebab pasar saham global kembali terkoreksi. Sentimen kembali memburuk setelah dirilisnya data tenaga kerja AS dan risalah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) terkait arah kebijakan moneter berikutnya.
Departemen Tenaga Kerja menunjukkan penurunan klaim pengangguran minggu lalu, menandakan pasar tenaga kerja tetap ketat.
Jumlah pekerja yang mengajukan klaim pengangguran pada pekan yang berakhir pada 12 Juli 2023 sebanyak 239 ribu atau turun 11.000 dari pekan sebelumnya yakni 250.000.
Pelemahan pasar saham dalam beberapa hari terakhir juga disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi AS yang kuat yang menunjukkan bahwa The Fed kemungkinan akan menerapkan tingkat suku bunga tinggi untuk waktu yang lebih lama.
Risalah dari pertemuan The Fed Juli yang dirilis pada Rabu juga menunjukkan sebagian besar pembuat kebijakan memprioritaskan pertempuran melawan inflasi. Hal ini semakin menjauhkan ekspektasi pasar mengenai pemangkasan suku bunga.
Berdasarkan perangkat CME Fedwatch, setelah risalah diumumkan, sebanyak 87,5% pasar bertaruh The Fed akan mempertahankan suku bunga, sedangkan sisanya yakni 12,5% memperkirakan adanya kenaikan pada pertemuan September mendatang.
Ekonomi China yang dikabarkan tengah menghadapi tekanan beruntun, mulai dari lesunya konsumsi masyarakat, inflasi yang rendah atau mengalami deflasi, sektor manufaktur yang melambat, dan krisis yang menimpa beberapa sektor mulai dari properti hingga perbankan bayangan (shadow banking), menjadi kabar buruk di pekan ini.
Sentimen Pekan Depan
Pelaku pasar akan mencermati sejumlah sentimen dan rilis data ekonomi makro yang akan memengaruhi pergerakan pasar selama pekan depan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Dari dalam negeri, pada Selasa (22/8), Bank Indonesia (BI) akan merilis laporan neraca pembayaran triwulan II 2023. Selain itu, akan dirilis pula data transaksi berjalan RI yang diproyeksikan akan mencatatkan surplus US$1,5 miliar, lebih kecil dibandingkan US$3 miliar pada periode sebelumnya.
Pada Kamis (24/8) akan ada dua data penting, yakni indeks harga properti dan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, termasuk suku bunga acuan.
Ekonom yang disurvei Reuters meramal, BI akan tetap kembali mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada rapat mendatang.
Sebelumnya, sebanyak 20 dari 28 ekonom dalam jajak pendapat Reuters 14-19 Juli lalu memperkirakan bank sentral Indonesia tersebut akan mempertahankan suku bunga acuan di 5,75% untuk sisa tahun ini. Hanya 8 ekonom yang mengharapkan penurunan suku setidaknya 25 basis poin (bps) dalam periode tersebut
Lebih lanjut, perkiraan rata-rata dalam jajak pendapat menunjukkan penurunan suku bunga 25 basis poin menjadi 5,50% bisa terjadi pada kuartal pertama 2024.
Pada Jumat (25/8), akan dirilis pula data suplai uang M2 per Juli 2023.
Selanjutnya, dari luar negeri, pada Senin (21/8), akan ada publikasi keputusan suku bunga dasar pinjaman (loan prime rate/LPR) 1 tahun dan 5 tahun China.
Sorotan mata investor global kini tak hanya menuju ke AS, melainkan pula China. Pekan ini, kekhawatiran atas perlambatan ekonomi China dan era suku bunga tinggi The Fed menjadi momok buat pasar global.
Selain data China, data inflasi harga produsen (PPI) Jerman juga akan mewarnai pergerakan pasar pada Senin.
Pada Selasa (22/8), data keyakinan konsumen Korea Selatan (Korsel), pidato pejabat The Fed Barkin, dan data penjualan rumah AS akan menjadi fokus.
Untuk yang disebut terakhir, National Association of Realtors (NAR) akan melaporkan penjualan rumah yang ada, yang diproyeksikan turun sedikit menjadi 4,15 juta unit bulan lalu, dari 4,16 juta pada Juni.
Penjualan kemungkinan dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR), yang mencapai level tertinggi 21 tahun minggu ini (dengan rerata 7%). Sementara rebound harga rumah sejak Februari telah mengurangi keterjangkauan (affordability) konsumen.
Meskipun demikian, penjualan rumah baru kemungkinan naik menjadi 701.000 bulan lalu, bertambah dari 697.000 pada Juni.
Selanjutnya, pada Rabu (23/8), pidato pejabat The Fed, perubahan stok minyak mentah AS versi API dan EIA, dan data PMI flash sejumlah negara akan menjadi sentimen pasar.
Pada Kamis (24/8), akan ada pengumuman keputusan suku bunga bank sentral Korsel dan data klaim tunjangan pengangguran AS.
Dan yang paling ditunggu-tunggu, mulai Kamis, para pejabat The Fed, termasuk Ketua The Fed Jerome Powell, akan berkumpul untuk Simposium Ekonomi Jackson Hole, di Wyoming, selama tiga hari, yang diselenggarakan setiap tahun oleh The Fed wilayah Kansas City sejak 1981.
Simposium Jackson Hole adalah acara di mana para gubernur bank sentral, menteri keuangan, ekonom, dan akademisi dari seluruh dunia berkumpul untuk membahas masalah ekonomi yang paling mendesak saat ini.
Simposium tahun ini berjudul "Pergeseran Struktural dalam Ekonomi Dunia" dan kemungkinan akan fokus pada bagaimana bank sentral, setelah menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam lebih dari dua dekade, dapat menjauhkan ekonomi dari resesi.
Jerome Powell akan menyampaikan pidator tentang prospek ekonomi pada Jumat (25/8) di Jackson Hole.
Dalam pidatonya, yang ditetapkan pada pukul 10:05 waktu AS atau 21.05 WIB, Powell akan memberikan pandangan terbarunya tentang apakah diperlukan lebih banyak pengetatan kebijakan untuk menurunkan inflasi di tengah pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat, atau mulai mempertimbangkan untuk mempertahankan suku bunga.
Rapat FOMC The Fed berikutnya sendiri akan diadakan pada 19-20 September 2023.
Pidato Powell akan dinanti-nanti karena secara historis memiliki efek kejut yang besar untuk pasar.
Dalam gelaran Jackson Hole tahun lalu, pidato Powell yang menyebut The Fed akan terus menaikkan suku bunga dan mempertahankannya pada tingkat yang lebih tinggi sampai inflasi yakin terkendali membuat pasar saham AS anjlok pada 26 Agustus 2022.
Kala itu, indeks Dow Jones Industrial Average turun tajam 1.008,38 poin, atau 3,03%, menjadi 32.283,40. Kemudian, indeks S&P 500 ambles 3,37% menjadi 4.057,66, dan Nasdaq Composite merosot 3,94% menjadi 12.141,71.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
IHSG Diprediksi Masih Kuat Nanjak Sebelum Lebaran
(pgr/pgr)
https://news.google.com/rss/articles/CBMiemh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL21hcmtldC8yMDIzMDgyMDE2NTE0NS0xNy00NjQ0MzkvaW52ZXN0b3Itd2FqaWItc2ltYWstaW5pLWthYmFyLXNpYXAtZ295YW5nLXBhc2FyLXBla2FuLWRlcGFu0gF-aHR0cHM6Ly93d3cuY25iY2luZG9uZXNpYS5jb20vbWFya2V0LzIwMjMwODIwMTY1MTQ1LTE3LTQ2NDQzOS9pbnZlc3Rvci13YWppYi1zaW1hay1pbmkta2FiYXItc2lhcC1nb3lhbmctcGFzYXItcGVrYW4tZGVwYW4vYW1w?oc=5
2023-08-20 13:30:00Z
2348414648
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Investor Wajib Simak, Ini Kabar Siap Goyang Pasar Pekan Depan - CNBC Indonesia"
Post a Comment