Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Tanah Air yakni rupiah pada pekan ini kembali mencatatkan kinerja yang kurang menggembirakan, meski pada pekan ini, aturan baru dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) resmi berlaku.
Melansir dari Refinitiv pada pekan ini, rupiah melemah 0,5% secara point-to-point (ptp) dihadapan dolar AS. Dengan ini, maka rupiah sudah melemah selama tiga pekan beruntun. Bahkan, koreksi rupiah makin membesar.
Namun pada perdagangan Jumat (5/8/2023), rupiah ditutup naik 0,1% ke Rp 15.165/US$. Rupiah masih berada di atas level psikologis Rp 15.000/US$.
Sepanjang pekan ini, titik terendah rupiah terhadap dolar AS berada di posisi Rp 15.075/US$. Sedangkan titik tertingginya terhadap dolar AS berada di posisi Rp 15.180/US$.
Sentimen dari berlakunya aturan DHE per 1 Agustus lalu belum berhasil membuat rupiah menguat dan bertahan setidaknya di bawah sedikit level psikologis Rp 15.000/US$.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2023 yang merevisi PP Nomor 1 Tahun 2019 itu.
Aturan ini akan mewajibkan DHE Sumber Daya Alam (SDA) untuk disimpan di sistem keuangan dalam negeri minimal 3 bulan. Adapun, nilai devisa ekspor yang wajib ditahan ini di atas US$ 250.000 dengan minimal jumlah yang ditempatkan di sistem keuangan domestik 30% dari total nilai ekspor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, Airlangga Hartarto mengatakan potensi ekspor sumber daya alam dari empat sektor, pertambangan, perikanan, perhutanan dan perkebunan, cukup besar. Pada 2022, penerimaan ekspor dari sektor-sektor ini sebesar US$ 203 miliar atau 69,5% dari ekspor.
"Dengan adanya aturan DHE, minimal 30% dari nilai ekspor SDA US$ 203, jadi antara US$ 60 miliar-US$ 100 miliar yang bisa kita didapatkan," kata Airlangga dalam konferensi pers, Jumat (28/7/2023).
Beberapa pengamat mengatakan bahwa belum efektifnya aturan DHE terhadap rupiah karena selain faktor fundamental, rupiah juga terpengaruh oleh faktor sentimen di pasar keuangan global yang cenderung dinamis.
Selain itu, juga perlu mempertimbangkan dampak normalisasi harga komoditas global yang juga akan mempengaruhi potensi DHE yang ditempatkan di dalam negeri.
Dari eksternal sendiri, sejatinya pada pekan ini, sentimen cenderung stabil. Namun, sentimen kemudian berubah setelah adanya kabar dari lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings yang memangkas peringkat utang jangka panjang AS.
Fitch memangkas (downgrade)peringkat (ratings) surat utang AS dari AAA menjadi AA+ yang merupakan konsekuensi dari dampak persoalan plafon utang pada Mei lalu.
Tak hanya rupiah, hampir seluruh mata uang Asia juga terkapar karena adanya kabar tersebut. Alhasil, dolar AS pun juga semakin perkasa. Hal ini berbeda dengan periode 2011 di mana downgrade ratings dari S&P membuat dolar AS jatuh.
Downgrade rating utang pemerintah AS akan meningkatkan ketidakpastian global. Ketidakpastian inilah yang akan berdampak negatif ke pasar keuangan Indonesia, termasuk rupiah.
Bahkan, ketidakpastian global ini sempat disinggung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Selasa lalu, Sri Mulyani memperingatkan dampak inflasi tinggi di negara maju terhadap nilai tukar mata uang negara berkembang.
"Tekanan inflasi dipengaruhi oleh perekonomian yang masih tetap kuat dan pasar tenaga kerja yang relatif ketat," ungkap Sri Mulyani usai rapat KSSK, Selasa (1/8/2023).
Namun, baik Bank Indonesia (BI) maupun Kementerian Keuangan optimis jika ketidakpastian ini hanya sementara. Secara fundamental ekonomi Indonesia masih sangat kuat sehingga menarik bagi investor.
"Mudah-mudahan sentimennya lebih bersifat temporer. Kondisi supply-demand valas di pasar domestik tetap terkendali, BI tetap akan berada di pasar untuk tetap memastikan keseimbangan supply-demand tersebut," tuturKepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Edi Susianto, kepadaCNBCIndonesia.
Pada perdagangan Jumat kemarin, kekhawatiran pelaku pasar global sudah mulai mereda dan mereka pun mulai optimis lagi. Optimisme pasar yang kembali muncul pun membuat rupiah berhasil berbalik arah menguat, meski masih tipis-tipis.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Rupiah Menguat ke Rp 14.750/USD, Efek Investor "Buang" Dolar?
(chd/chd)
https://news.google.com/rss/articles/CBMibWh0dHBzOi8vd3d3LmNuYmNpbmRvbmVzaWEuY29tL21hcmtldC8yMDIzMDgwNTEyMTExMi0xNy00NjA0MzQvcnVwaWFoLWJhYmFrLWJlbHVyLXRlcmthcGFyLXRpZ2EtcGVrYW4tYmVydW50dW7SAXFodHRwczovL3d3dy5jbmJjaW5kb25lc2lhLmNvbS9tYXJrZXQvMjAyMzA4MDUxMjExMTItMTctNDYwNDM0L3J1cGlhaC1iYWJhay1iZWx1ci10ZXJrYXBhci10aWdhLXBla2FuLWJlcnVudHVuL2FtcA?oc=5
2023-08-05 07:45:00Z
2305810063
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Rupiah Babak Belur, Terkapar Tiga Pekan Beruntun - CNBC Indonesia"
Post a Comment