![](https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/ki9E20jVk_BY7dPu4QYiPlazdDE=/673x379/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1559213/original/086026600_1491484203-20170406--PLTA-Jatigede--Jawa-Barat--Immanuel-Antonius-04.jpg)
Sebelumnya, penyambungan listrik pada pedesaan (lisdes) di wilayah terdepan, terluar dan terpencil (3T) tidak sesuai alokasi. Hal ini sebab DPR memangkas anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) 2019 untuk PT PLN (Persero).
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Andy Noorsaman Sommeng, mengatakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) PMN untuk PLN diajukan sebesar Rp 10 triliun. Anggaran itu dialokasikan untuk program listrik desa sebesar Rp 8,5 triliun dan pembangunan transmisi serta Gardu Induk (GI) sebesar Rp 1,5 triliun.
"PMN 2019 alokasi Rp10 triliun, ini mengejar rasio elektrifikasi 99,9 persen 2019," kata Andy, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin 24 September 2018.
Namun, pengajuan tersebut ditolak DPR. Menurut Andy, alokasi PMN PLN diputuskan Rp 6,5 triliun. Dampak dari penurunan anggaran PMN tersebut adalah penurunan alokasi anggaran listrik pedesaan menjadi Rp 5,9 triliun.
"Diputuskan Rp 6,5 triliun, karena Rp 3,5 triliun ke Hutama Karya untuk jalan tol. Listrik desa jadi Rp 5,9 triliun," tutur Andy.
Andy mengungkapkan, akibat penurunan anggaran listrik desa, membuat jadwal penyambungan listrik ke desa yang saat ini belum menikmati listrik tertunda. Dia pun memperkirakan baru bisa dilakukan pada 2020.
"Kita hitung lagi apakah ada penundaan listrik desa dengan Rp 5,9 T. Sehinga ada daerah yang rasio elektrifikasinya belum sampai 92 persen tertunda," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Setelah 73 tahun Indonesia merdeka, warga di pedalaman Pulau Buru akhirnya menikmati listrik hasil swadaya masyarakat dan relawan.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kata Guru Besar ITB soal Bangun Tol Listrik"
Post a Comment