Liputan6.com, Kutai Kertanegara - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai kondisi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menjaga harga listrik berat, di tengah nilai tukar rupiah melemah terhadap Dolar Amerika Serikat dan harga minyak Indonesia yang meningkat.
"Januari hingga Juni 2018 cukup berat jaga harga. Energi primer meningkat dan Indonesia Crude Price (ICP). Nilai tukar rupiah 14 ribu. Setiap kenaikan Rp 100, biaya operasi akan naik Rp 1,2 triliun. Di sini trade off antara kapasitas dan akses harga," ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy N. Sommeng, Senin (30/7/2018) saat sambutan first in gas di fasilitas dan regasifikasi LNG PLTG Sambera di Kutai Kartanegara.
Sisi lain, PLN juga menghadapi tantangan terkait penetapan harga batu bara khusus untuk domestik atau domestic obligation market (DMO). Dalam aturan DMO, 25 persen pasokan batu bara untuk dalam negeri dan harga batu bara khusus domestik sekitar USD 70 per metrik ton.
Pemerintah berencana mengubah formula harga batu bara khusus domestik tersebut. Sedangkan pasokan batu bara untuk domestik tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang (UU).
Andy mengakui, penetapan DMO ini memang masih temui perselisihan. Hal tersebut dapat meningkatkan biaya pokok produksi (BPP) PLN. "Masih ada dispute. Ini bahaya bagi PLN karena akan tingkatkan BPP," kata Andy.
Akan tetapi, Andy menuturkan belum diputuskan bagaimana keputusan soal aturan DMO. "Belum. Masih dirapatkan. DMO amanat konstitusi artinya penjabaran dalam pasal 33 UUD 1945," kata dia.
Di tengah kondisi itu, energi baru dan terbarukan dapat menjadi alternatif pengembangan energi di tengah biaya energi primer meningkat. Akan tetapi, Andy mengakui penerapan energi baru dan terbarukan juga ada kendala.
Dia mencontohkan pemakaian energi surya pada siang hari namun tidak dapat digunakan pada malam hari. Pengembangan energi baru dan terbarukan dapat didampingi dengan liquid natural gas (LNG). Ini agar pengembangan energi terbarukan semakin cepat dan terjangkau.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil sejumlah menteri ke Istana Negara, Jakarta pada Jumat 27 Juli 2018. Hal itu untuk bahas rencana pencabutan kewajiban memasok batu bara dalam kuota tertentu atau domestic market obligation (DMO) batu bara.
Para menteri yang dipanggil antara lain Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Selain itu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar. "Intinya kita mau cabut DMO itu seluruhnya. Jadi nanti akan diberikan USD 2-3 per ton, seperti sawit,” ujar Menko Luhut, usai pertemuan di Kompleks Istana.
Ia menuturkan, skema pasokan batu bara akan diberlakukan seperti skema kelapa sawit. Ada serap dana untuk cadangan energi yang dimanfaatkan untuk subsidi PLN sebagai pengguna batu bara.
Ia menambahkan kesimpulan dari pertemuan Jumat sore ini akan didorong ke rapat terbatas. Ratas dijadwalkan pada Selasa 31 Juli 2018. “(Pembahasan) batu bara akan dirataskan pada Selasa,” dia menjelaskan.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3604388/pencabutan-harga-batu-bara-pln-bakal-dongkrak-biaya-produksi-listrikBagikan Berita Ini
0 Response to "Pencabutan Harga Batu Bara PLN Bakal Dongkrak Biaya Produksi Listrik"
Post a Comment