:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1954437/original/003823600_1519994760-20180302-Dolar-AY1.jpg)
Liputan6.com, Jakarta - Pelaku pasar diharapkan tidak terlalu cemas hadapi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Apalagi menyamakan depresiasi nilai tukar rupiah yang terjadi pada 2018 dengan yang pernah terjadi pada 1998.
"Depresiasinya (pada tahun 1998) bukan seperti sekarang. Sekarang memang Rp 14.400 tapi kan awalnya dari Rp 13.700 jadi sebenarnya marginnya hanya dari Rp 13.700 ke Rp 14.400," ujar Ekonom senior dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono ketika ditemui, di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (24/7/2018).
"Tahun 1998 loncatnya dari Rp 2.300 ke Rp 15.000. Jadi harap dibedakan. Orang jangan membandingkan Rp 14.400 mirip 1998 Rp 15.000. Enggak mirip. Karena 1998 loncat, free fall, dari Rp 2.300 ke 15000," tambah dia.
Selain itu, pasar juga diharapkan lebih rasional dalam menilai kondisi politik dalam negeri menjelang Pemilu Legislatif maupun Pemilihan Presiden.
Tony mengatakan, kondisi politik dan ekonomi saat ini jauh lebih kondusif, sehingga pasar seharusnya tidak perlu terlalu berpersepsi negatif.
"Indonesia tidak pernah mengalami chaos, kecuali tahun 1965 dan 1998. Itu penyebabnya awalnya bukan politik, tapi hyper inflation 1998 krisis rupiah terdeprisiasi," kata dia.
"Jadi karena itu pasar jangan terlalu nervous dengan hal ini. Harus rasional angka-angka itu ada penjelasannya. Ada the story behind," lanjut Tony.
Meskipun dalam pandangannya, depresiasi rupiah saat ini sudah keluar dari nilai fundamentalnya, tapi dia yakin nilai tukar rupiah masih akan kembali menguat.
"Ya jujur saja Rp 14.400 sudah di bawah di luar ekspektasi dan fundamental. Dugaan saya fundamental, kalau berkaca pertumbuhan ekonomi, inflasi, devisa, tidak layak rupiah itu Rp 14.400. Berarti masih ada persepsi yang kurang tepat terhadap rupiah. Yang sesuai fundamental Rp 13.700 sampai Rp 14.000. Masih ada room untuk menguat," ujar dia.
Seperti diketahui, bila melihat kondisi makro ekonomi Indonesia, kuartal I 2018, ekonomi Indonesia tumbuh 5,06 persen. Bank Dunia prediksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,2 persen pada 2018.
Sementara itu, cadangan devisa Indonesia tercatat USD 119,39 miliar per 30 Juni 2018. Inflasi secara year on year (YoY) tercatat 3,12 persen. Target inflasi pada 2018 sekitar 3,5 persen plus minus satu persen.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3598579/rupiah-tak-seharusnya-tembus-14000-per-dolar-as-ini-sebabnyaBagikan Berita Ini
0 Response to "Rupiah Tak Seharusnya Tembus 14.000 per Dolar AS, Ini Sebabnya"
Post a Comment