:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2294069/original/086042800_1532755755-New_Project.jpg)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta data lengkap masyarakat yang mengaku menjadi korban dari aplikasi pinjam meminjam uang atau fintech peer to peer lending yang melakukan pengaduan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Disebutkan hingga kini LBH Jakarta menerima setidaknya 1.330 pengaduan. Laporan tersebut pun beragam. Setidaknya ada 14 jenis pelanggaran yang ditemukan oleh LBH mulai dari pelanggaran hukum hingga pelanggaran HAM. Misalnya adalah cara penagihan yang dinilai tidak manusiawi.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi mengharapkan, kerja sama dari LBH dengan cara memberikan data yang lengkap.
"Harapan kami kawan-kawan asosiasi lawyernya bisa menjalin kerjasama dan memperoleh data yang lengkap. Prinsip kami dari OJK, mohon kami dibantu dengan kelengakapan data yang terbaik agar kami dapat menyelesaikan masalah secara baik," kata dia di Kantor Fintech Center OJK, Wisma Mulia, Jakarta, Jumat (14/12/2018).
Selain itu, dia juga mengimbau agar korban bisa melapor langsung kepada OJK. Hal itu guna meminimalisir oknum yang tidak bertanggung jawab dan berpura-pura menjadi korban.
"Kami ingin kami melihat ada korban sendiri yang mengatakan saya menajdi korban . Atau ada seorang wanita mengaku korban kan harus diperiksa benar tidak korban, bahwa ini contoh kasus jadi mohon tolong lah diperiksa dengan teliti agar kita bisa tindak lanjuti. Tapi bisa saja ingin menumpang dari kisruh seperti ini," ujar dia.
Selain itu, dia juga meminta agar semua laporan tersebut dilengkapi dengan bukti yang akurat. Satu laporan dengan bukti yang kuat disebut sudah cukup untuk menindak fintech yang dilaporkan, sehingga tidak perlu menunggu laporan menumpuk hingga ribuan seperti yang sudah terjadi sekarang ini.
"Sudah ada korban yang membawa alat bukti yang sah dan meyakinkan cukup satu saja, kami cabut, gak perlu nunggu sampai 1.300 (laporan)," ujar dia.
"Tolong juga kami dibantu ketika niat kita bersama ingin melindungi konsumen katanya ingin melidungi konsumen, tolong dibuktikan dong yang nyata bawakan ke kami alat bukti yang sah jangan kemudian membentuk opini, ini masyarakat jadi tidak sehat nanti,” dia menambahkan.
Dia menjelaskan, salah satu contoh bukti yang dimaksud adalah catatan transaksi pada aplikasi. Seperti ketika laporan adanya penagihan yang tidak manusiawi yang dilakukan pihak aplikator kepada konsumen.
"Ditagih dengan tidak manusia yah datang ke kami, bawain (bukti) pak memang tempo hari saya meminjam ke fintech ini tanggal segini dan memang sejak 14 hari kemudian ini masuk penagihan yang tidak manusiawi pada kami. Bawa alat bukti kayak begitu. Tapi kalau anda tiba-tiba datang, pak saya ditagih seperti ini, mana awal kamu minjamnya bertransaksi itu?," kata dia mencontohkan.
Dengan demikian dia berharap tidak ada orang yang mengaku-ngaku menjadi korban. Padahal, dia sama sekali tidak pernah melakukan aktivitas peminjaman uang di aplikasi.
"Tidak mungkin Anda ditagih kalau tidak melakukan transaksi, pinjaman awal tunjukan kepada kami bahwa Anda sudah melakukan transaksidi tahap awal dan kita bisa melihat catatan digitalnya. Saya bisa memaklumi ini adalah teknlogi modern teknologi digital, memang semua kita perlu belajar menghadapi operasi tindak kejahatan," ujar dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3814103/alasan-aplikasi-pinjaman-online-intip-data-daftar-kontak-ponsel-nasabahBagikan Berita Ini
0 Response to "Alasan Aplikasi Pinjaman Online Intip Data Daftar Kontak Ponsel Nasabah"
Post a Comment